Monday, April 11, 2005

Ar Rahman

Pertama kali saya mendengar surat ini adalah ketika saya menjadi makmum solat Magrib di Nurul Fikri Cempaka Putih. Saat itu saya baru mengenal Islam dengan benar. Dan yang namanya “baru”, saya belum banyak tahu tentang surat-surat yang ada dalam Al Quran. Saya terpesona oleh satu ayat yang diulang-ulang dalam surat ini: Fabiayyi aalaaa irobbikuma tukadzibaan, maka nikmat Tuhanmu manakah yang akan kau dustakan? Rima dalam surat Ar Rahman ini begitu indah di telinga saya waktu itu.

Waktu itu saya belum hapal surat itu. Lantas kemudian saya mencoba mencari tahu berapa kali ayat itu diulang dalam surat Ar Rahman itu. Saya baru saja menghitung, jumlahnya tiga puluh ayat. Namun disini saya tidak akan berusaha membicarakan itu (berapa ayat dan lain-lain). Saya akan membicarakan isi dari ayat tadi: Nikmat Tuhanmu manakah yang akan kamu dustakan?

Tugas yang diberikan kepada saya adalah memberi tafsiran atas satu buah ayat yang saya favoritkan. Setelah “berputar-putar” selama seminggu memikirkan ayat apa yang menjadi favorit saya (habis saya bingung, semua ayat rasanya menyentuh dan menjadi favorit saya), saya memilih ayat ini. Terlebih lagi karena ayat ini menyentuh saya di awal pengenalan saya terhadap Islam lebih dalam. Namun karena saya tidak bisa mendapat buku tafsir tentang ayat ini yang bisa saya kutip, saya hanya memberikan tafsiran pribadi tentang ayat ini, dengan segala keterbatasan ilmu saya.

Ayat menyuarakan pertanyaan kepada manusia: Maka nikmat Tuhanmu manakah yang akan kamu dustakan? Ayat ini diulang-ulang hingga tiga puluh kali. Dan yang bertanya adalah Tuhan manusia itu sendiri. Tentu saja pertanyaan ini bukan pertanyaan yang main-main, bukan? Melalui ayat ini Allah hendak memancing manusia agar berpikir tentang segala nikmat yang telah Allah berikan kepada manusia.

Dalam ayat-ayat lain diuraikan sebagian yang telah Allah berikan. Diantaranya kepandaian manusia dalam berbicara, trerciptanya manusia, matahari dan bulan yang beredar pada orbitnya, beranekaragam tumbuhan yang berpasang-pasangan, buah-buahan dan kurma yang berkelopak mayang, biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum, diciptakannya manusia dari tanah, diciptakannya jin dari api, adanya timur dan barat, dua laut yang bertemu, yang di dalam keduanya terdapat mutiara dan merjan, kapal-kapal besar yang berlayar bagaikan gunung, mahluk-mahlukNya yang senantiasa berdoa sepanjang waktu, manusia dan jin yang diperkenankan menembus langit dengan ilmu, surga dan penggambarannya, rezeki yang diterima setiap mahluk setiap harinya, dan seterusnya, dan seterusnya, yang tidak bisa disebutkan semuanya disini karena tak terhingga jumlahnya.

Dan kita sebagai manusia akan memungkiri dengan cara yang bagaimana? Dengan beralasan bahwa semua rezeki yang diperolehnya semata-mata hanya karena hasil usahanya? Lantas bagaimana dengan sistem pencernaannya yang bekerja dengan, konon, “tanpa sadar”? Bagaimana bisa system pencernaan disebut bekerja “tanpa sadar”, sementara tubuh kita ini benar-benar mendukung semua aktivitas kita dengan keseimbangan yang begitu sempurna? Dari diri manusia itu sendiri bisa dilihat betapa nikmat Allah tiada henti-hentinya diberikan pada manusia.

Ayat ini disambungkan dengan penggambaran tentang surga dengan nikmatnya dan neraka dengan siksa di dalamnya. Ini pun merupakan bukti nikamt Allah yang tak terbatas. Mengapa demikian? Dengan menceritakan tentang surga, Allah menghendaki manusia agar berlomba-lomba mencapainya dengan mencari ridho Allah sebanyak-banyaknya. Dengan menceritakan tentang neraka, Allah menghendaki agar manusia tidak terlena pada dunia sehingga melupakan aturan-aturanNya, apalagi tenggelam dalam maksiat. Itulah salah satu bentuk perlindungan Allah pada manusia. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang akan kamu dustakan? Maka nikmat Tuhanmu manakah yang akan kamu dustakan?

Sungguh, dari satu kalimat itu, sudah cukup untuk menyimpulkan apa yang dibahas dalam tulisan ini. Bahkan saya tidak bisa menguraikan kata-kata lebih banyak lagi. Karena dalam kepala saya hanya ada satu kalimat yang senantiasa bertanya, nikmat Tuhanmu manakah yang akan kamu dustakan? Saya belum menjadi hamba yang bersyukur dengan sebenar-benar syukur. Sungguh, saya tidak bisa menghitung semua nikmat itu…

5 comments:

za said...

Ow ikutan NF Cempaka Putih ya.....
Aku juga suka terharu banget kalau baca Fabiayyi .... dalam surat Ar Rahman yang selalu diulang-ulang. Terharu sekaligus merinding, takut banyak banget nikmat Allah yang ku lalaikan.

zen said...

dini hari ini saya lagi memikirkan ayat yang benar-benar hebat dan menggetarkan ini.

Anonymous said...

saya juga mengalami hal yang sama, saya denger istri saya membaca surat ini, trus saya berfikir kenapa ayat "Fabiayyi aalaaa irobbikuma tukadzibaan" itu di ulang-ulang... penasaran dengan artinya... di mesjid kantor saya lihat artinya... otomatis pundak saya merinding... begitu hebatnya ayat ini...

Unknown said...

syukron atas sharingnya...saya juga sempat bertanya2, knp di surat ini ada pengulangan ayat sampai 30x jumlahnya? tetapi kalau kita lihat artinya, menunjukkan betapa Allah menyayangi manusia..betapa tak terhitung kenikmatan dariNya..sobat saya bilang, surat ini seakan2 surat cinta dari Allah utk hambaNya...

Unknown said...

bukannya ayat itu diulang 31kali?