Monday, May 30, 2005

Reminder

Apa kabar, sobat? Lama tak bersua denganmu. Kita hanya bisa saling menyapa lewat dunia maya saat ini. Tapi, kuharap persahabatan diantara kita tidak pupus lantaran jarak yang memisahkan kita.

Keadaanku baik-baik saja saat ini, sobat. Dan mungkin kau belum tahu bahwa aku baru saja sembuh dari satu penyakit yang lumayan berat. Ya, itulah yang terjadi padaku selama kita tak berjumpa. Namun aku sungguh bersyukur menderita penyakit ini. Janganlah kau terheran-heran dulu. Aku akan menceritakan padamu alasanku bersyukur karena penyakit ini.

Ingatkah kau akan obrolan-obrolan yang kita lakukan dulu, sobat? Di saat kita baru saling mengenal? Semenjak awal kau sudah terkagum-kagum dengan keadaanku. Kau mengatakan bahwa sungguh menyenangkan untuk menjadi diriku. Bukan kekayaan atau kebagusan rupa yang kau kagumi dariku, tapi kesehatan fisik dan pikiranku yang kau kagumi. (Aku sebenarnya tidak terlalu mengindahkan hal ini sebelumnya).

Kau berkata bahwa aku orang yang sangat sehat. Hal itu bisa dilihat dari segala macam kegiatan yang aku jalani. Aku aktif dalam organisasi Paskibra, menguasai salah satu bela diri, bisa berbagai macam olahraga, dan aku rutin jogging minimal dua kali seminggu. Kemudian kau mengatakan kalau aku adalah tipe orang yang serba bisa. Kecerdasan emosi, matematika dan logika, linguistik, musik, fisik, berkembang dengan baik dalam diriku. Ditambah lagi kau mengklaim bahwa wawasanku luas (padahal itu hanya karena hobi membacaku). Sungguh, sobat, aku tidak merasa bahwa hal itu merupakan suatu keistimewaan. Sampai kau mengatakannya.

Kemudian kita tidak pernah berjumpa lagi. Kita berpisah karena kau bersekolah di negeri orang, sobat. Aku sendiri diterima di sebuah perguruan tinggi yang prestisius di negeri kita. Mulailah aku menjalani hari-hari yang penuh warna di dunia kampus. Jadwalku padat dengan kuliah dan kegiatan kemahasiswaan. Namun aku sangat menikmatinya. Tidak ada kata “lelah” dalam kamusku. Aku menjalani semua itu dengan penuh semangat.

Tiba-tiba di tahun kedua semuanya berubah. Aku yang awalnya dikenal sebagai orang yang aktif, harus merasakan kepahitan. Di kelas aku sering mengantuk. Aku heran mengapa aku bisa kelelahan seperti itu. Sepadat apapun kegiatanku, aku senantiasa mengatur jadwal agar aku beristirahat dengan cukup. Hal itu membuat nilai-nilaiku turun. Karena kupikir kegiatan yang aku jalani sudah melewati batas (sehingga aku kelelahan), aku mengurangi beberapa kegiatan. Jadilah aku mahasiswa “biasa” yang tidak terlalu banyak kegiatan selain kuliah.

Baru setahun kemudian aku mengetahui bahwa yang menjadi penyebab kelelahanku adalah virus yang menyerang hati. Dan pada saat-saat itu kesehatanku memang semakin memburuk. Bila aku belum makan, aku lemas. Setelah makan pun aku lemas. Dokter menyarankan aku untuk istirahat total. Beruntunglah aku, karena aku mengetahui penyakit yang kuderita di akhir semester kedua. Sehingga aku punya waktu tiga bulan untuk berobat dan beristirahat.

Tahukah kau sobat, aku sering mengeluhkan penyakit yang kuderita ini. Aku yang biasanya berjalan tanpa beban, kini tidak bisa lagi menikmati berjalan dengan tegap. Aku menjadi pesakitan! Dan aku harus menghadapinya sendiri karena keluargaku berada jauh dari kota tempat kuliahku. Namun aku masih terbantu oleh perhatian teman-temanku di sini.

Namun semakin lama aku menyadari bahwa mengeluh tidak menyelesaikan masalah. Penyakit ini memberiku banyak waktu untuk merenungi apa-apa yang sudah kujalani. Aku yang diberi kesehatan maksimal oleh Tuhan, jarang mensyukuri kesehatan itu. Aku sering meremehkan orang lain (meski hanya dalam hati) yang kuanggap lebih lemah. Aku sebal dengan mereka yang lebih lambat dalam bergerak dan berpikir. Aku merasa lebih baik dari mereka!

Kini, aku tidak ubahnya dengan mereka. Aku pun mengalami bagaimana rasanya menjadi tidak berdaya dan lemah dalam bergerak. Aku mengetahui betul rasanya tidak bisa berkonsentrasi penuh dalam satu hal karena keterbatasanku. Aku akhirnya menyadari bahwa setiap orang diberi kadar kemampuan yang berbeda dari Tuhan. Dan aku tidak bisa seenaknya meremehkan mereka hanya karena aku diberi kelebihan di atas mereka.

Akupun mengetahui betapa banyak orang yang sudah kuabaikan karena kesibukanku. Mereka sebenarnya ingin berteman denganku dan belajar banyak hal dariku, namun aku terlalu acuh terhadap mereka. Kini aku yang ternyata membutuhkan bantuan mereka, sobat! Misalnya si A yang sering kurendahkan karena kelambanannya. Sekarang justru dialah yang paling banyak membantuku dalam berobat. Apa yang kuanggap sebagai kelambanan ternyata merupakan sikap hati-hati dalam bertindak, sobat. Ternyata aku masih harus banyak belajar memahami orang lain, satu hal yang jarang kulakukan ketika aku masih sehat...

Itulah, sobat, alasan mengapa aku justru bersyukur karena aku menderita penyakit ini. Aku kini mau memperhatikan hal-hal kecil yang ternyata sangat berarti. Penyakit ini seperti reminder di hp yang alarmnya sering berdering ketika aku masih aktif berorganisasi. Aku diingatkan bahwa aku harus memperlambat langkahku sesekali, agar teman-temanku bisa mengejar langkahku, agar kami bisa berjalan bersama-sama, sobat.

Oleh karena itu, bilamana engkau tersandung di jalan suatu kali, berhentilah sejenak, sobat. Barangkali itu peringatan bagimu, karena sebelumnya engkau lupa tersenyum pada temanmu yang paling pendiam di kelas. Atau barangkali kau telah menyakiti temanmu walaupun tidak sengaja. Atau mungkin ada teman lamamu yang merindukanmu, namun kau tak kunjung ingat untuk bersilaturahmi dengannya. Atau hal-hal kecil lainnya yang kau lupakan...

Sekian dulu kabar dariku, sobat. Semoga kau tidak lupa pada teman-teman yang ada si sekelilingmu. Karena suatu saat, kau pasti akan membutuhkannya...

No comments: