#1
“Ya ampuuuuuuun, Ales! Elo itu lempeng amat sih jadi orang?!”
“Kalo aku yang ‘ngalamin itu, pasti aku udah keluar ruangan saat itu juga, trus pulang ke rumah, dan nangis”
“Kamu itu orangnya..., gimana ya? Bukan cuek, tapi..., wah bingung deh!”
“Kayaknya kalo ada angin ribut lewat, kamu gak bergeming deh!”
“Kalo nyebrang jalan kok santai amat, sih?”
Sebut saya narsis, egois, cinta diri, atau apapun juga. Terserah saja. Karena saya tetap akan menceritakan segala sesuatu tentang saya pada tulisan kali ini. Tulisan ini merupakan “reaksi” saya atas komentar-komentar seperti di atas. Ternyata banyak aspek dari diri saya yang tidak dimengerti oleh orang lain. Dan saya tidak menyadari hal itu. Saya merasa (lagi-lagi “merasa”) kalau saya bersikap biasa saja dalam masalah pribadi. Tapi tidak demikianlah yang terjadi. Rata-rata orang bilang kalau saya orang yang tidak ramah atau jutex atau judes kalo baru ketemu. Tapi akhirnya mereka berpendapat kalau saya hanya perlu lebih sering senyum aja (memangnya selama ini gak senyum?!).
Yang tidak terlalu dekat dengan saya bilang kalau saya tidak terlalu terbuka tentang masalah pribadi. Bahasa lainnya, orang tidak tahu terlalu banyak tentang saya dan keluarga saya. Tapi itu dulu. Dan untuk orang yang tidak terlalu dekat dengan saya.
Banyak yang bilang kalau saya orangnya “gak liat kiri-kanan”, “maen tabrak aja”, kurang basa-basi, cuek abis, kurang care, gak fokus pada apa yang dijalani, dan bla-bla-bla lain yang sejenis. Dan ada yang merasa sangat terganggu dengan hal itu. Dan saya baru menyadari hal itu setelah mereka mengatakannya pada saya.
Ada yang bilang kalau saya tampak tidak tanggap dengan permasalahan yang saya hadapi. Maksudnya tampak santai saja terhadap masalah. Tidak histeris, tapi tidak menanggapi dengan serius juga. Cuek, lah. Itu yang dimaksud dengan pernyataan di baris kedua di atas. Padahal dalam hati saya merasa menanggapi permasalahan yang ada di depan saya kok. Tapi yang tampak oleh orang lain adalah kecuekan. Saya jadi heran. Bukankah lebih baik begitu? Daripada heboh gak jelas, kan? Barangkali saya terlihat tidak bereaksi layaknya orang “normal” dalam menghadapi masalah. Air muka saya tetap datar, katanya....
Mengenai hal yang barusan, barangkali penyebabnya ini:
Yang berkomentar seperti yang saya tuliskan di atas adalah orang-orang yang bersosialisasi di kampus dan dojo Aikido. Dan memang hanya satu orang yang mengetahui persis masalah keluarga saya di departemen Matematika. Tapi itu pun bukan orang yang dekat dengan saya (alasannya panjang, gak bisa di-zip penjelasannya). Jadi, kalau saya telihat tidak aware dengan masalah di seputar kampus, barangkali alasannya adalah permasalahan yang saya hadapi dalam keluarga saya lebih pelik. Dan tanpa saya sadari, pikiran saya ada di keluarga saya, bukan di kampus. Itu mungkin penyebab dari “penampakan” saya yang acuh terhadap sekeliling saya di kampus.
Ngomong-ngomong, tadinya saya tidak merasa permasalahan keluarga saya cukup pelik sampai ada orang yang saya ceritakan tentang itu. Dan dia berkomentar, “Oh, ya Allah, Ales... . Gue ngerti sekarang kenapa elo begitu lempengnya jadi orang. Ternyata berat juga ya yang elo alamin...”
Saya hanya menjalani saja semua pemberian Allah itu. Dan saat itu saya tidak berpikir apakah yang saya alami berat atau tidak. Yang saya pikirkan adalah bagaimana saya menghadapinya dan survive. Barangkali penyikapan saya terhadap masalah yang cenderung cuek menurut teman saya itu sebenarnya bukan bentuk kecuekan, hanya saja itulah hasil bentukan Allah selama ini. Saya tidak langsung “meledak”. Saya memilih diam dulu bila, misalnya, saya marah kepada seseorang. Dan saya akan menjauhinya sampai amarah saya reda. Saya sadari betul kalau “sumbu” saya pendek. Dan saya sadari betul kalau saya biarkan diri saya “meledak”, kata-kata saya (yang paling minimal) tidak akan bagus sama sekali untuk didengar. Tapi kalau saya marah, biasanya cepat reda. Semoga saya bisa menjadi orang yang lambat marah dan cepat reda. Amin.
Ya. Sikap “diam sejenak” itulah yang barangkali diterjemahkan oleh orang lain menjadi “kecuekan” terhadap masalah. Barangkali karena lamanya “diam sejenak” itu terlalu lama buat orang lain. Dan barangkali juga, selama masa diam itu saya memilih untuk tidak menumpahkan kekesalan saya pada orang lain, menceritakannya pada teman saya pun tidak. Saya lebih memilih untuk mengomel panjang-pendek dalam hati.
Ah, begitulah...
#2
Kebanyakan dari tulisan saya di blog ini adalah tentang “aku”. Tentang kehidupan “aku”, tentang perasaan “aku”, dan lain-lain. Yah, sekali lagi saya mengatakan kalau Anda boleh saja menyebut saya narsis, egois, cinta diri, dan lain-lain. Tapi saya harus menceritakan semua tentang “aku” itu. Karena pada periode tertentu dalam hidup saya, saya pernah mengalami masa dimana saya sangat tertekan oleh pihak yang paling dekat denngan saya: Keluarga. Banyak aspek dari “aku” yang tidak dapat diekspresikan dan direfleksikan. Sekaranglah saatnya.
Namun semalam saya mendapat pemikiran. Apa yang saya lakukan ini tidak masalah. Karena paling tidak saya terhindar dari membicarakan hal-hal yang tidak berguna tentang orang lain. Singkatnya: Ngegosip! Namun saya sadari betul kalau saya belum sempurna. Semoga saja Allah menyempurnakannya.
Sudah dulu....
Nanti insya Allah saya sambung lagi “Apa Adanya” ini.
8 comments:
Justru saya berkunjung kemari untuk mendengar lebih banyak tentang Ales.
Kalo tentang orang lain, ya ngapain juga kesini?
Dasar lempeng :)
Les, kadang-kadang kita tu ga perlu merhatiin pendapat orang. Kalau emang udah dari sononya ya mau gimana lagi coba? Ingat ceritanya Lukmanul Hakim ga yang naik kuda ama anaknya? Nah, ingat aja sendiri, soalnya terlalu panjang kalau cerita lagi......
Tetaplah dingin (ups), just the way you are...
Wah! Thank you for ur comments...
As I said, i wrote that because i want to tell everyone the real me. I'm not a very "lempeng" person. I have a feeling too. But my face didn't "show" it, huh?
salam damai hehehe
halow t'ales p'kabar ini lie, wah pasti sekarang t'ales lagi sibuk kali yaa ya udah tetep semangat deh
have a great day lah
^_^ lie
eh...mau ikut comment donk...
bukannya emang kecenderungan manusia untuk lebih tertarik (baca: memyenangi) segala sesuatu yang berkaitan dengna diri sendiri. Ga ada kesalahan ketika dunia ini penuh dengan orang2 narsis ataupun egois..karena itulah manusia....
mau ngomentarin pemakaian kata "tak bergeming"...menurut kamus bahasa indonesia...bergeming itu artinya diam tak bergerak...jadi kalo tak bergeming artinya tak diam, tidak tak bergerak...
:)
Ngga naris koq, kayanya semua orang adakalanya ingin dipahami, dana ada waktunya juga untuk pergi ke gua menyendiri. Apalagi prasangka itu ngga baik, jadi kalau ada wadah untuk meluruskan semua mis-persepsi kenapa ngga?
Wah, great Ani!
Itulah yang menjadi pertanyaan saya selama ini. "Bergeming" itu sebenernya diam atau bergerak. Thanks untuk masukannya...
Jd adakah "great ani" seorang narsis atau tidak?
(Bingung)
Post a Comment