Monday, June 20, 2005

Terang Bulan

Belakangan ini hujan mulai mengguyur Bandung kembali. Pola umumnya seperti ini: Di siang hari matahari bersinar dengan terik, lalu di sore atau malam harinya hujan. Atau sampai sore tidak hujan, namun udara gerahnya bukan main. Dan karena sekarang sedang musim kemarau, suhu udara makin rendah belakangan ini. Menurutku suhu terendah terjadi pada subuh hingga pagi hari jam tujuh. Brrrrrrrrr, aku tidak kuat untuk mandi pagi-pagi kalau begini keadaannya. Padahal sudah hampir tiga tahun aku tinggal di Bandung. Tetap saja aku belum bisa terbiasa.

Tapi di malam hari umumnya cuaca cerah. Tidak setiap malam udara dingin, tapi hamper tiap malam berangin. Bila langit cerah, bintang-bintang dan bulan akan tampak ketika mereka sedang menghias langit. Jernih…sekali.

Dulu, ketika aku masih tinggal di alamat jalan Wiranta no.79B, aku menempati kamar di lantai dua. Letak kamar itu di bagian belakang rumah. Suasana rumah penduduk di sekeliling kosan tidak terlalu terang. Namun keadaan itu merupakan keuntungan besar buatku. Sedikit cahaya dari permukaan bumi membantuku melihat cahaya dari langit malam dengan jelas.

Selama semester kedua di tingkat satu, aku melewatkan banyak malamku untuk memandangi langit yang cerah. Aku betah berlama-lama duduk di teras. Malah aku kadang berbaring di atas tembok yang membatasi teras itu dengan atap bagian depan rumah. Kulakukan ritual itu baik di masa sibuk maupun di masa tenang kuliah.

Pemandangan yang kusaksikan sungguh luar biasa. Dengan pemandangan langsung tanpa penghalang ke langit, aku menyaksikan pergerakan bumi dan pergantian posisi bintang dan bulan. Bila bulan baru terbit dari timur, bulan terasa sangat besar dan dekaaaat... sekali. Aku pun hapal posisi bintang-bintang. Kadang aku mencoba untuk menghubungkan bintang-bintang yang berdekatan, mencoba untuk membuat rasi bintang baru, dan membayangkan bentuk yang bisa terjadi dari hubungan itu.

Sambil memandangi bulan dan bintang, aku merenungi hari-hariku. Kadang aku hanya duduk tanpa memikirkan apa-apa, hanya ingin merasakan momen-momen yang bergerak dengan lambat di bawah bintang dan bulan.

Walau angin malam bertiup kencang, aku tidak kapok. Biar tidak sakit, aku sudah mempersiapkan diri dengan pakaian yang berlapis-lapis. Baju, sweater, lalu jaket. Untuk bawahan, aku memakai dua lapis celana panjang. Kadang aku memakai kaus kaki.

Bila penghuni kosan sedang lengkap, kami bercengkerama di teras atas sambil makan atau minum. Kami membicarakan banyak hal dan berbagi bersama. Sekarang penghuni kosan itu sudah berpencar. Tiga orang sudah lulus dari STT Tekstil. Dua orang lagi sedang menyusun TA. Dua orang sedang kuliah lagi, satu mengambil D4 di Unpad, satu lagi mengambil PGTK di UPI. Satu orang sudah menikah sebelum masa kontrakan habis dan sekarang sudah mempunyai satu orang putri berusia satu tahun lebih. Dan satu orang yang terakhir (dan termuda) adalah aku. I really miss them a lot!

Mengingat kenangan indah membuat hatiku hangat, tenang, dan nyaman. Melihat langit yang cerah dan dihiasi bulan pun membuatku merasa tenang. Aku merindukan tempat kos-ku yang lama. Tempat di mana aku bisa memandangi langit dengan bebas. Tempat kos yang sekarang memang nyaman dan personal. Tapi tempat ini tidak mempunyai teras yang bisa digunakan untuk memandangi langit sambil berbaring. Jadi aku harus bisa puas dengan jendela yang ada di kamarku.

Di bawah terang bulan, aku senantiasa teringat masa-masa indah yang kujalani bersama teman-teman satu kos yang lama. Di dalam keheningan malam, aku merasakan hangat memenuhi dadaku.

No comments: