Tiga tahun tinggal di Bandung, belum pernah sekalipun aku “malam-mingguan”. Maksudnya jalan-jalan bersama orang yang dekat denganku di malam Minggu. Karena adikku yang perempuan, Liza, sedang berlibur di Bandung, maka aku mengajaknya untuk bermalam-minggu pada hari Sabtu malam tanggal 9 Juli kemarin.
Awalnya aku berniat untuk mentraktir dia di sebuah warung steak di simpang Dago-Sulanjana. Tapi karena tempat itu penuh dan banyak yang mengantri, aku jadi urung untuk mentraktirnya di sana. Lantas dia mengatakan kalau dia sedang ingin makan junk-food. Jadi dia ingin makan di Mc’Donalds saja. Kami pun beranjak ke sana.
Tadinya aku ingin mengajaknya ke BIP dengan berjalan kaki. Tapi karena dia mengeluh karena jauhnya BIP dari simpang Dago-Sulanjana, aku sepakat untuk naik angkot ke BIP. Sesampainya di sana, aku menyadari kalau BIP di malam minggu itu sangat padat dan ramai. Untungnya tidak bising. Aku menunjukkan penjual ular dan berbagai binatang lainnya pada adikku. Aku bilang, “Lucu ya ularnya?” Sambil mendelik dia menimpali tidak setuju, “Ih, ular kok lucu?!”
Dari pintu utama BIP, kami berbelok ke kiri, ke arah Mc’Donalds berada. Sesampainya di depan tempat pemesanan, kami berhenti sambil mengamati orang-orang yang sedang mengantri. Wuih, penuhnya.
Lalu Liza bercerita tentang sebuah anekdot yang diceritakan sales Oriflame yang datang ke sekolahnya: Beda orang kaya dan orang miskin pada saat masuk ke Mc’Donalds terlihat, lho! Kalau orang kaya masuk Mc’Donalds, mereka langsung memesan tanpa melihat-lihat menu lagi. Kalau orang miskin, mereka akan berdiri lama sekali sebelum memesan makanan. Mereka menimbang-nimbang dulu paket mana yang paling murah. Setelah memutuskan akan membeli apa, mereka pun masih akan membatalkan pesanan dan mengganti dengan pesanan baru karena masih bingung mana yang lebih murah.
Persis seperti yang kami berdua lakukan saat itu. Ada-ada saja...
Lalu kami mengantri di barisan yang kanan sambil berpikir yang mana yang mau kami pesan. Akhirnya pilihan kami jatuh pada burger Mc’Chicken beserta kentang goreng dan Coca-Cola. Sambil menelan ludah karena melihat harganya, kami membayar (orang miskin, nih ye..., hehehe). Lalu kami mengambil tempat duduk di luar, di depan pintu masuk. Kami belum mulai makan karena kami ingin makan es krim dulu. Sambil menunggu Liza membeli es krim, aku mulai memakan kentang goreng dengan sambal.
Setelah Liza kembali, kami mulai makan. Kami memulainya dengan es krim baru kemudian menghabiskan makanan yang lainnya. Sembari menghabiskan burger ayam, aku mengamati sekelilingku.
Kulihat ada dua orang pria dengan dandanan feminin lewat. Lalu terdapat beberapa siswa taruna entah dari perguruan militer mana. Dan di sudut kiriku kulihat anak Kimia ITB 2002, teman di kelas presentation sewaktu TPB. Dia melambai sambil tersenyum, aku melakukan hal yang sama. Kemudian dari arah pintu masuk mobil ke tempat parkir BIP, kulihat Ully datang dengan seorang temannya. Kami bersalaman dan mencium pipi kiri-kanan. Lalu dia memperkenalkan aku dengan temannya, sementara aku memperkenalkan dia dengan adikku. Dia kemudian pamit dan berkata dia akan jalan-jalan dengan temannya yang lain.
Sepanjang waktu makan burger, aku juga mengamati satu keluarga yang duduk di sebelah meja kami. Keluarga itu terdiri dari orangtua lengkap dan sepasang anak laki-laki dan perempuan. Ketika kami baru menempati tempat duduk kami, mereka sedang menikmati sup. Di meja mereka terdapat sisa-sisa bungkus nasi dan tulang ayam. Ketika kami makan, mereka sedang menikmati es krim. Urutan makan yang berkebalikan dengan urutan makanku dan adikku.
Melihat mereka, sambil mengingat harga makanan yang kami berdua makan, aku berpikir: Apa yang membuat restoran di pusat-pusat keramaian penuh di malam minggu? Padahal kalau dipikir-pikir, tidak setiap orang yang makan di tempat seperti Mc’Donalds benar-benar mampu untuk membeli makanan berharga aduhai setiap kali mereka menginginkannya. Seperti aku. Tapi tetap saja restoran-restoran itu ramai.
Kemudian aku melihat kembali apa yang aku lakukan saat itu. Bukankah suasana kebersamaan yang terbangun saat makan bersama itu yang sebenarnya esensial? Seperti diriku yang belum punya seorang teman dekat pun yang bisa diajak keluar malam minggu, keberadaan adikku dan obrolan yang kami lakukan rasanya sebanding dengan harga yang kami bayar untuk makanan itu. Walaupun sebenarnya banyak tempat dengan harga makanan yang lebih murah.
Beres menikmati makanan, kami langsung bergerak ke tujuan readacholic seperti kami: Gramedia. Liza langsung naik ke lantai teratas untuk melihat koleksi komik dan novel fiksi terbaru, sementara aku melihat-lihat tumpukan buku dari berbagai kategori yang baru terbit. Melihat buku-buku itu, terbit keinginan besar dalam diriku untuk...
(Kalau Anda berpikir bahwa lanjutan kalimat tadi adalah “membeli buku”, Anda salah! Hehehe...)
Yak, kita kita lanjutkan lagi. Terbit keinginan besar dalam diriku untuk membaca buku lagi. Dua minggu terakhir ini, aku hampir-hampir tidak membaca buku apapun. Kalaupun aku membaca buku, aku berhenti di awal buku, tidak mau melanjutkan. Entah kenapa, buku menjadi benda yang tidak menarik buatku. Tapi semenjak melihat beragam topik yang terpampang di hadapanku saat itu, otakku terangsang lagi untuk membaca buku. Karena melihat buku-buku dengan sampul mengkilat dan baru itu! Aku teringat buku-buku yang menanti diriku di rumah untuk dibaca....
Aku mendapati bahwa sudut barat dari lantai tiga itu sudah jadi dan ditempati oleh buku-buku dari kategori komputer dan pertanian. Berarti sekarang tempat itu luas sekali ya? Sementara itu, sudut utara dekat eskalator yang tadinya ditempati buku-buku pertanian sudah ditempati buku-buku psikologi dan agama. Buku-buku impor menempati bagian selatan dari eskalator, tempat yang tadinya diisi oleh buku-buku psikologi dan humaniora. Buku-buku desain interior impor yang dipajang di situ membuatku mupeng.
Di Gramedia ini aku tidak bertemu orang-orang yang kukenal.
Setelah puas menjelajahi lantai tiga, aku beranjak ke lantai empat dan menemui Liza. Dia sedang berada di depan tumpukan buku yang berkaitan dengan Da Vinci Code. Ketika melihatku mendekat, dia langsung berseru, “Ci! Banyak banget buku-buku bagus!”
Lalu dia menunjuk ke arah buku-buku penyangkal cerita dalam buku Da Vinci Code. Sampulnya mirip-mirip semua. Tapi aku tidak tertarik sama sekali dengan pertentangan yang ada di dunia itu. Setelah mendengarkan adikku, aku berputar dan melihat komik-komik baru yang dipajang. Lalu aku dan adikku pergi ke bagian novel Teenlit-Chicklit. Setelah mengobrol sebentar, aku mengajak adikku pulang.
Kami naik angkot Antapani-Ciroyom dari samping restoran Popeyes. Ketika angkot itu sudah samapi di ujung jalan Gudang Utara, seorang teman yang kukenal naik ke angkot. Kami berdua yang saat itu sedang asyik membicarakan film, langsung berhenti ketika aku melihat Erik. Dia, aku yakin sekali, baru saja latihan Aikido di dojo Gudang Utara. Setelah bertukar kabar, Erik memutuskan untuk mampir ke kosanku sebelum pulang. Dia bilang dia sedang gak ada kerjaan, jadi ide untuk mengetahui tempat kosku tidak buruk menurutnya. Sepanjang perjalanan kami saling bercerita dan bertukar informasi. Bahkan sampai di kosan pun demikian. Aku tidak lupa untuk memperkenalkannya dengan adikku.
Ngomong-ngomong, Erik itu lulusan MM ITB tahun kemarin. Sekarang dia sedang menjadi asisten dosen di MM ITB. Selain itu juga, dia adalah salah satu seniorku di Aikido yang akrab denganku. Kami sudah lama tidak bertemu, semenjak bukan Mei yang lalu. Aku sudah tidak latihan lagi karena tugas akhir semester yang menumpuk. Dan sekarang aku malah keenakan tidak latihan. “Malas” adalah alasannya.
Dari obrolan dengannya, aku mendapat pinjaman film Gundam The Movie dan janji traktiran. Kemudian dia mengajakku untuk nonton bareng Batman Begins di BIP. Tapi aku sudah menonton film itu bersama anak-anak Aksara pada hari Selasa yang lalu. Jadi aku tidak bisa ikut nonton dengan anak-anak Aikido Gudang Utara.
Lumayan ya yang namanya silaturahmi? Hehehe...
Yang kami obrolkan macam-macam. Dari masalah kabarnya sampai masalah internal yang sedang terjadi di dojo Aikido ITB. Sebenarnya aku dan adikku akan ditraktir olehnya malam itu juga, tapi ternyata kami bertiga ternyata sudah kenyang semua. Jadi kukatakan saja bahwa traktirannya lain kali saja.
Dia pulang jam setengah sepuluh. Dia berjanji untuk memberi film-film Gundam pada hari Selasa 12 Juli di Salman. Asyiiiiiiik! Dan dia berjanji akan mampir lagi ke kosanku. Aku pun menunggu traktirannya.
Itulah akhir dari cerita tentang Malam Mingguan dariku. Semoga aku mendapat kesempatan untuk malam-mingguan dengan teman-temanku lain kali. Atau, dengan “orang dekat” sekalian, hehehe...
No comments:
Post a Comment