Kepada teman-teman yang suka mampir ke blog saya: Saya tahu kalau beberapa orang mungkin bertanya, kemana saja saya selama dua minggu ini. Untuk itu saya mau memberi penjelasan.
Saya diserang naga! Gak tanggung-tanggung, dua naga sekaligus yang menyerang saya pada saat yang bersamaan. Karena saya hanya sanggup melawan satu naga dengan baik, saat diserang dua naga, saya kehabisan tenaga dan harus beristirahat panjang. Sampai sekarang pun saya belum terlalu kuat untuk menjalani hari saya setelah keluar dari kliniknya Madam Pomfrey di Hogwarts.
Tahu naga apa saja yang menyerang saya? Yang pertama adalah si nasty piece of work (kata Hagrid loh), yaitu si Hungarian Horntail, atau Si Ekor Berduri Hunggaria. Yang kedua adalah si Chinesse Fire Ball. Itu lho, yang dilawan sama Fleur Delacour waktu turnamen Triwizard. Bayangin aja, gimana saya gak tepar diserang dua naga yang kayak gitu.
Tapi Madam Pomfrey emang luar biasa. Dengan perawatan darinya, saya cuma perlu empat hari di rumah sakit. Yah, sewaktu dirawat saya memang jadi agak error. Maklum, obatnya bikin pikiran setengah sadar. Kuat banget efeknya. Yah, tapi saya jadi cepet sembuh.
Ah..., kalau udah diserang naga begitu, saya jadi menghargai bagaimana rasanya sehat. Trus saya juga jadi tahu kalau ternyata saya disayang sama banyak orang. Semoga mereka mendapat balasan yang berlipat ganda atas perhatian dan kasih sayang yang mereka berikan saat saya sakit. Thanks, guys!
Sekarang saya udah mulai pulih pelan-pelan. Kalau jalan dari asrama Gryffindor ke kampus, saya masih harus pelan-pelan. Saya juga belum kuat untuk berdiri lama-lama. Yah, pokoknya saya jadi sangat hati-hati kalau bergerak.
Yang memarahi saya kalau saya maksa-pergi-kemana-mana-padahal-masih-lemes itu banyak banget. Saya dibilang sakit jiwalah, dibilang sekaratlah, muka saya merah, muka saya gelap, disuruh pulang ke asrama... Pokoknya saya yang dimarahi belakangan ini. Padahal biasanya saya yang marahin orang kalau orang gak memperhatikan kesehatannya, hehehe...
Ya sudah, semoga saja saya gak diserang naga berturut-turu lagi. Rasanya parah banget tahu...
[Hungarian Horntail adalah perumpamaan untuk tipes yang menyerang saya, sementara Chinesse Fire Ball adalah perumpamaan untuk Demam Berdarah-nya, hehehe... Parah yak?]
Tuesday, January 24, 2006
Friday, January 06, 2006
Tentang Waktu
Saya mengundang teman-teman untuk mendiskusikan satu topik tentang waktu. Saya berharap teman-teman dapat memberikan masukan atau ide atau dukungan yang dapat memberi saya gambaran yang lebih lagi tentang konsep waktu.
Diskusi kita awali dengan pertanyaan: Anda lebih setuju memandang konsep waktu (masa kini) seperti apa?
1) Carpe diem!; seize the day; live for the present.
Konsep yang seiring dengan kalimat itu adalah bahwa masa lalu dan masa depan itu tidak ada. Yang ada hanyalah aliran dari masa kini, il presento.
2) Masa kini sesungguhnya tidak ada, karena masa kini itu benar-benar hanya sekejap. Yang ada adalah masa lalu dan masa depan yang senantiasa datang dan pergi.
Alasan saya mengemukakan diskusi ini adalah karena saya sendiri masih bingung dengan masalah kekinian ini. Jadi saya berharap teman-teman dapat membantu saya dengan adanya diskusi ini.
Silahkan kemukakan komentar teman pada bagian comment.
Terima kasih! ^o^
Diskusi kita awali dengan pertanyaan: Anda lebih setuju memandang konsep waktu (masa kini) seperti apa?
1) Carpe diem!; seize the day; live for the present.
Konsep yang seiring dengan kalimat itu adalah bahwa masa lalu dan masa depan itu tidak ada. Yang ada hanyalah aliran dari masa kini, il presento.
2) Masa kini sesungguhnya tidak ada, karena masa kini itu benar-benar hanya sekejap. Yang ada adalah masa lalu dan masa depan yang senantiasa datang dan pergi.
Alasan saya mengemukakan diskusi ini adalah karena saya sendiri masih bingung dengan masalah kekinian ini. Jadi saya berharap teman-teman dapat membantu saya dengan adanya diskusi ini.
Silahkan kemukakan komentar teman pada bagian comment.
Terima kasih! ^o^
Tuesday, January 03, 2006
Melankolis
Dulu saya pernah mengikuti kuis yang ada di sebuah buku bersampul kuning. Judul buku itu Personality Plus, yang membahas tentang empat tipe kepribadian: melankolis, sanguinis, plegmatis, dan koleris.
Pada tes pribadi yang saya lakukan di SMU itu, saya memperoleh hasil bahwa saya adalah orang yang Plegmatis-Melankolis, dengan sifat plegmatis yang lebih dominan satu angka. Beberapa tahun kemudian, ketika saya sudah tingkat tiga, saya melakukan tes lagi. Hasilnya? Saya masih orang yang memiliki sifat plegmatis dan melankolis. Tapi sekarang urutannya terbalik. Saya didaulat sebagai orang yang Melankolis-Plegmatis dengan skor melankolis lebih tinggi satu angka daripada skor plegmatis. Itu menurut hasil tes dari buku kuning.
Bagaimana dengan sifat koleris dan sanguinis? Apakah saya tidak memilikinya sama sekali? Ada kok. Sifat koleris saya meningkat (terbukti dengan meningkatnya skor saya untuk ‘koleris’). Skor ‘koleris’ saya hanya dua angka di bawah ‘plegmatis’. Sanguinis? Hanya sedikit. Mungkin saya bukan tipe orang yang bisa membuat orang senang dan tertawa ya?
Dulu, ketika saya baru mengenal kata ‘melankolis’ (berarti dari buku kuning itu), saya mengira artinya adalah hanya ‘sifat yang senantiasa menuntut kesempurnaan’. Memang arti itu tidak salah, tapi saya selalu terbentur ketika membaca dan mendapati adanya kalimat ‘orang berwajah melankolis’. Saya bertanya-tanya, apakah orang itu memiliki wajah yang menyiratkan kesempurnaan? Atau wajah orang itu sempurna (saya sendiri tidak tahu bagaimana wajah orang yang semprna itu)? Apakah orang itu serius sekali? Atau apa?
Jawabannya baru saya dapatkan awal bulan Desember ini. Lama juga ya? Jawabannya tidak saya peroleh secara langsung. Saya mendengar teman saya berbicara sesuatu tentang ‘wajah melankolis’.
“Eh, ternyata Ales baru tau kalo Ales suka wajah dengan tipe seperti wajah Adrien Brody,” tukas saya pada seorang teman dekat.
“Adrien Brody? Wajahnya kan melankolis banget, seperti orang yang lagi sedih?” tanyanya dengan heran.
Detik itu juga saya mengerti, apa arti ‘orang dengan wajah melankolis’. Ya, memang. Saya menyukai orang dengan wajah sendu seperti itu.
Pada kesempatan lain, saya berbincang dengan seorang teman tentang lagu-lagu instrumental piano. Saya berkata, “Rul, dari lagu-lagunya Chopin (baca: shopang), Ales suka lagu seperti Posthumous (Nocturne no.20 in C sharp minor) atau lagu yang dimainkan Adrien Brody pas dia ketemu kamerad Jerman di film The Pianist itu. Yang nada-nadanya sedih dan minor gitu deh.”
“Hmmm, itu lagu-lagu yang melankolis... Berarti Ales orang yang melankolis dong?” komentarnya.
Dua pendapat teman saya itu meneguhkan fakta bahwa saya memang orang yang melankolis. Bukan berarti saya sedih terus sepanjang hari atau saya tidak pernah tertawa. Tapi...., bagaimana ya? Kalau saya mendengar lagu instrumental piano yang melankolis atau lagu Per Te yang dinyanyikan Josh Groban, saya merasa damai. Nada-nadanya yang tenang bisa menenangkan jiwa saya. Begitu pula kalau saya melihat wajah Brody, ada keteduhan dalam raut wajahnya. Saya baru bisa menjelaskan sifat melankolis saya dengan hal-hal yang saya sukai. Tapi dalam berpikir atau bertindak, saya belum bisa menguraikannya.
Ada yang bisa memberitahu saya tindakan apa saja yang termasuk kategori melankolis?
Pada tes pribadi yang saya lakukan di SMU itu, saya memperoleh hasil bahwa saya adalah orang yang Plegmatis-Melankolis, dengan sifat plegmatis yang lebih dominan satu angka. Beberapa tahun kemudian, ketika saya sudah tingkat tiga, saya melakukan tes lagi. Hasilnya? Saya masih orang yang memiliki sifat plegmatis dan melankolis. Tapi sekarang urutannya terbalik. Saya didaulat sebagai orang yang Melankolis-Plegmatis dengan skor melankolis lebih tinggi satu angka daripada skor plegmatis. Itu menurut hasil tes dari buku kuning.
Bagaimana dengan sifat koleris dan sanguinis? Apakah saya tidak memilikinya sama sekali? Ada kok. Sifat koleris saya meningkat (terbukti dengan meningkatnya skor saya untuk ‘koleris’). Skor ‘koleris’ saya hanya dua angka di bawah ‘plegmatis’. Sanguinis? Hanya sedikit. Mungkin saya bukan tipe orang yang bisa membuat orang senang dan tertawa ya?
Dulu, ketika saya baru mengenal kata ‘melankolis’ (berarti dari buku kuning itu), saya mengira artinya adalah hanya ‘sifat yang senantiasa menuntut kesempurnaan’. Memang arti itu tidak salah, tapi saya selalu terbentur ketika membaca dan mendapati adanya kalimat ‘orang berwajah melankolis’. Saya bertanya-tanya, apakah orang itu memiliki wajah yang menyiratkan kesempurnaan? Atau wajah orang itu sempurna (saya sendiri tidak tahu bagaimana wajah orang yang semprna itu)? Apakah orang itu serius sekali? Atau apa?
Jawabannya baru saya dapatkan awal bulan Desember ini. Lama juga ya? Jawabannya tidak saya peroleh secara langsung. Saya mendengar teman saya berbicara sesuatu tentang ‘wajah melankolis’.
“Eh, ternyata Ales baru tau kalo Ales suka wajah dengan tipe seperti wajah Adrien Brody,” tukas saya pada seorang teman dekat.
“Adrien Brody? Wajahnya kan melankolis banget, seperti orang yang lagi sedih?” tanyanya dengan heran.
Detik itu juga saya mengerti, apa arti ‘orang dengan wajah melankolis’. Ya, memang. Saya menyukai orang dengan wajah sendu seperti itu.
Pada kesempatan lain, saya berbincang dengan seorang teman tentang lagu-lagu instrumental piano. Saya berkata, “Rul, dari lagu-lagunya Chopin (baca: shopang), Ales suka lagu seperti Posthumous (Nocturne no.20 in C sharp minor) atau lagu yang dimainkan Adrien Brody pas dia ketemu kamerad Jerman di film The Pianist itu. Yang nada-nadanya sedih dan minor gitu deh.”
“Hmmm, itu lagu-lagu yang melankolis... Berarti Ales orang yang melankolis dong?” komentarnya.
Dua pendapat teman saya itu meneguhkan fakta bahwa saya memang orang yang melankolis. Bukan berarti saya sedih terus sepanjang hari atau saya tidak pernah tertawa. Tapi...., bagaimana ya? Kalau saya mendengar lagu instrumental piano yang melankolis atau lagu Per Te yang dinyanyikan Josh Groban, saya merasa damai. Nada-nadanya yang tenang bisa menenangkan jiwa saya. Begitu pula kalau saya melihat wajah Brody, ada keteduhan dalam raut wajahnya. Saya baru bisa menjelaskan sifat melankolis saya dengan hal-hal yang saya sukai. Tapi dalam berpikir atau bertindak, saya belum bisa menguraikannya.
Ada yang bisa memberitahu saya tindakan apa saja yang termasuk kategori melankolis?
Subscribe to:
Posts (Atom)