Sebenarnya saya bisa menyelesaikannya dengan cepat seandainya saya tidak membaca sambil mencatat. Mencatat yang saya maksud adalah mengetikkan hal-hal penting yang saya peroleh dari buku itu ke dalam sebuah file. Itu kebiasaan saya; mencatat hal-hal penting dari buku yang saya baca. Banyak sekali ide, kutipan, dan kisah yang menarik serta menginspirasi di sana. Salah satunya tentang saat kita bodoh, kita berpikir untuk menguasai orang. Saat kita bijak, kita akan berpikir untuk menguasai diri sendiri.
Setelah berpikir cukup panjang, saya mendapatkan sebuah pemikiran menarik tentang Bodoh vs Bijaksana. Ide tentang Bodoh vs Bijaksana ini tidak langsung didapat setelah berpikir tentang ‘saat kita bodoh, kita berpikir untuk menguasai orang’ dan seterusnya. Saya melewati berbagai pemikiran lain tentang manajemen dan bisnis dulu. Ketika tiba pada topik cara-cara yang diterapkan dalam bisnis, baru saya terpikir tentang Bodoh vs Bijaksana. Berikut ini hasil olah-pikir saya.
Saya menimbang-nimbang..., kemudian memutuskan bahwa antonim dari ‘bodoh’ adalah ‘bijaksana’. Demikian pula sebaliknya, lawan kata ‘bijaksana’ adalah ‘bodoh’. Bila dilihat sekilas, pendapat saya akan dianggap tidak tepat, bahkan ngawur. Secara umum kita mengetahui bahwa lawan kata ‘bodoh’ adalah ‘pintar’. Tadinya saya berpendapat demikian. Tapi hasil pemikiran saya malah menunjukkan kalau lawan kata ‘bodoh’ bukan hanya ‘pintar’. Lawan kata ‘bijaksana’ bukan sekedar ‘tidak bijaksana’. Ada alasan yang logis (dan saya sendiri baru menyadarinya) untuk kesimpulan itu dan saya akan menceritakannya untuk anda.
Dalam kata ‘bodoh’, terkandung makna ‘ketidaktahuan’. ‘ketidaktahuan’ adalah makna yang paling dasar dari ‘bodoh’. Ternyata, makna ‘ketidaktahuan’ dari kata ‘bodoh’ tidak lantas menyebabkan ia memiliki lawan kata ‘pintar’. ‘pintar’ tidak sekedar ‘tahu’, tapi ada kandungan makna ‘kemampuan berpikir yang tinggi’ di sana. Dari sini kita memperoleh fakta baru bahwa dalam kata ‘bodoh’, terkandung makna ‘kemampuan berpikir yang rendah’. Karena makna ini, memang tepat bila ‘bodoh’ memiliki lawan kata ‘pintar’.
Sekarang saya minta anda untuk mengingat-ingat. Kapan anda menyebut seseorang bodoh? Jawaban dari pertanyaan barusan tentu lebih dari satu. Kita akan menyebut seseorang bodoh ketika orang itu tidak tahu apa-apa dan/atau lamban berpikir. Itu baru dua.
Sekarang saya akan bertanya lagi. Kapan tepatnya anda mengumpat pada orang (entah di dalam hati maupun secara verbal) dan menyebutnya bodoh? Ternyata, kala kita sedang kesal pada seseorang, kita menyebutnya bodoh tidak melulu lantaran dia tidak tahu atau lamban berpikir. Kita menyebutnya bodoh karena orang itu melakukan tindakan yang ceroboh, dan/atau kurang hati-hati, dan/atau tidak cermat dan/atau kurang pertimbangan. Dari sini, saya mendapati bahwa kata ‘bodoh’ tidak hanya mengandung aspek ketidaktahuan dan rendahnya kemampuan berpikir, tapi juga mengandung 'kecerobohan', 'ketidakhati-hatian', 'ketidakcermatan', dan 'kurang pertimbangan'.
Apakah dalam kata ‘pintar’ terkandung kemawasan, kehati-hatian, dan kecermatan? Ternyata, sepengetahuan saya, tidak. Seseorang boleh pintar, tapi belum tentu dia mawas diri, hati-hati, cermat, dan penuh pertimbangan. Sementara itu, orang yang bijaksana sudah tentu pintar dan... mawas diri, hati-hati, cermat, serta penuh pertimbangan. Demikianlah aspek-aspek dalam makna ‘bijaksana’ yang saya ketahui.
Setelah menimbang-nimbang dengan teliti, saya sampai pada kesimpulan sementara bahwa lawan kata ‘bodoh’ adalah ‘pintar’ dan ‘bijaksana’. Jadi ada dua lawan kata dari ‘bodoh’, yang penggunaannya bergantung pada konteks pembicaraan kita. Tapi, mengingat dalam kata ‘bodoh’ terkandung makna-makna yang tidak tercakup oleh lawan katanya yang ‘pintar’, saya menobatkan ‘bijaksana’ sebagai lawan kata ‘bodoh’ yang tepat.
Saya menduga-duga apa yang membuat nominasi untuk lawan kata dari ‘bodoh’ tidak tunggal. Apakah karena bahasa Inggris yang lebih detil dalam istilah itu yang memberi pengaruhnya pada bahasa Indonesia, sementara pilihan kata dalam bahasa Indonesia terbatas?
Entahlah, saya tidak bisa gegabah, meskipun hanya menduga. Saya memikirkan topik Bodoh versus Bijaksana ini hanya berdasarkan pada wawasan yang saya peroleh, hingga saat ini. Hanya menggunakan common sense. Besar kemungkinannya ahli linguistik atau bahasa akan protes.
Tapi... kesenangan mengulik-ulik makna kata, struktur, dan relasinya mengasyikkan buat saya. Kegiatan ini membawa saya menyelam masuk ke kedalaman sebuah makna kata. Yah, paling tidak saya bisa lebih kritis dalam berbahasa dan berbicara; tidak sekedar asal jeblak aja.
Oh ya, saya berharap anda tidak bosan dengan ulik-ulik bahasa yang saya lakukan belakangan ini. Saya punya semacam kekhawatiran, para pembaca akan mual-mual atau bahkan mati kebosanan karena topik yang saya pilih untuk pikirkan dan tulis. Semoga saja anda senang membacanya. :D
4 comments:
Hipotesismu menarik. Bagaimana kamu bisa menyadari hipotesis macam ini?
Ahli linguistik gak akan marah kok, kecuali kalau dia merasa lebih pintar (bukan bijaksana loh...) dari orang lain.
Aku juga punya teman dari ITB yang senang dengan kerjaan macam beginian. Kamu menyebutnya ngulak-ngulik, orang awa menyebutnya uthak-athik gathuk, james redfield di novelnya menyebut yang beginian sebagai pattern with connection.
bravo...
Analisis yg bagus sekali! Dapat kita tinjau bahwa dalam Bahasa Malaysia, lawan kata bodoh adalah bijak, bukan pintar. Sy tidak yakin apakah kosakata 'pintar' ada dalam Bahasa Malaysia, sebab selama 11 bulan di sini, belum pernah mendengarnya sama sekali.
Contoh: "Awak ini memang bijak, berjaya menjawap semua soalan profesor itu."
korelasinya kan dengan ilmu ya? Bijaksana karena tahu ilmunya, bodoh karena tidak tahu ilmunya...gitu kan ya? :D
Berarti orang Malaysia lebih cermat dan peduli terhadap bahasanya. Buktinya mereka lebih tepat dan presisi menggunakan kata (meski mereka mencampur bahasa Melayu dengan bahasa Inggris---yang bikin sebel)...
Mungkin karena mereka memang labih 'terdidik' dan banyak sarjana benerannya. Ketimbang kita, mau jadi pejabat aja pake malsuin ijasah. Udah gitu bangga lagi...
Wewleh...wewleh...
Post a Comment