Thursday, April 19, 2007

Bahasa Menunjukkan Budaya

Beberapa keistimewaan bahasa yang dipakai suatu bangsa tertentu membatasi cara-cara berpikir dan pandangan bangsa yang bersangkutan terhadap fenomena tempat mereka hidup. Saya menganggap bahwa sususan bahasa dan keistimewaan lain yang dimiliknya merupakan faktor dasar bagaimana suatu masyarakat memandang hakikat alam dan tempat mereka berada. Contohnya saja, orang Eskimo yang memiliki berbagai istilah untuk menamai berbagai bentuk salju, atau orang Arab yang mempunyai puluhan nama untuk buah kurma mulai dari yang masih di pohon, yang baru dipetik, sampai yang telah kering.

Whorf, pencetus dari Linguistic Relativity Hypothesis

Setelah saya membaca tulisan barusan di sebuah buku karangan K.H. Shiddiq Aminullah, Drs., MBA, saya seolah tersadar. Oh, pantes, pikir saya. Pantes aja dalam bahasa Inggris kerap ditemukan teks yang menunjukkan kalau seorang anak dapat memanggil nama kecil dari kakak atau orangtuanya, seolah-olah mereka itu teman saja, bukan orangtua dan anak. Tak hanya di teks, di film-film mereka juga kerap ditemui.

Jadi begini. Sudah lama saya mengamati kalau di dalam bahasa Inggris tidak ada istilah khusus yang mengacu pada ‘kakak’ dan ‘adik’. Yang ada hanyalah istilah sibling, sister, dan brother bagi saudara kandung, kakak maupun adik, yang notabene menyatakan kesetaraan tanpa memandang usia. Untuk membuat fokus pembicaraan menjadi lebih spesifik, kadang ditambahkan kata little di depan kata brother atau sister untuk menunjukkan ‘adik bungsu’ ataupun saudara yang lebih muda. Dan sebaliknya, untuk menunjukkan ‘kakak tertua’, ditambahkan kata eldest sebagai keterangan di depan kata sister atau brother.

Mari kita bandingkan dengan bahasa Indonesia. Dalam bahasa ini, sebutan untuk saudara kandung (ataupun orang yang bukan saudara kandung tapi kita hormati) yang lebih tua mempunyai istilah khusus yaitu ‘kakak’. Untuk saudara kandung yang lebih muda ada istilah ‘adik’. Bahkan anak tertua mempunyai istilah khusus yaitu ‘sulung’. Demikian pula anak paling kecil dalam keluarga yang biasa disebut ‘bungsu’. Namun untuk anak kedua, tengah, kakak dari bungsu, tidak ada istilah khusus. Hanya ada sebutan ‘anak ke-sekian‘ (bahasa Indonesia tidak berbeda dengan bahasa Inggris dalam hal ini). Dalam bahasa Indonesia, usia serta urutan kelahiran itu penting dan tercermin dari istilah yang ada.

Bandingkan kembali dengan istilah dalam bahasa Inggris sister-brother yang hanya mengacu pada gender dari saudara kandung, tidak pada usia. Kita mengetahui bahwa orang barat sebagai ‘pemilik’ bahasa Inggris memiliki budaya yang mengutamakan kesetaraan dari setiap individu dan isu gender merupakan isu yang mendapat perhatian lebih. Bukan berarti masalah usia saudara atau orang lain tidak diperhatikan. Yang lebih ditekankan bukanlah usia, melainkan gender dan individu itu sendiri. Sedangkan di Indonesia, hormat pada yang lebih tua atau lebih tinggi posisinya merupakan isu utama dalam budaya masyarakatnya, terlepas dari apapun bentuk penerapannya di masing-masing daerah. Bukannya gender laki-laki dan perempuan tidak mendapat perhatian, hanya saja ‘posisi’ dalam struktur masyarakat atau keluarga menjadi fokus utamanya. Contoh yang paling jelas adalah cerita dari seorang teman saya. Dia orang Batak. Katanya, meskipun seseorang itu sudah menjadi jenderal bintang lima, tapi kalau dalam keluarganya dia ada di posisi sebagai keponakan, misalnya, maka dia yang mencuci piring di dapur. Begitulah di Indonesia, posisi dalam struktur hirearkis lebih penting.

Contoh dari perbandingan antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris adalah contoh yang memadai. Dengan melihat istilah yang dipakai dalam suatu bahasa kemudian kita melihat budaya penutur bahasa tersebut, ternyata kita bisa melakukan sebuah analisis budaya dari suatu penutur bahasa. Kita pun bisa mengetahui kecenderungan suatu masyarakat, kepribadiannya, bahkan mungkin kesuksesan dari masyarakat tersebut di masa yang akan datang (untuk melakukan hal yang terakhir ini tentu dibutuhkan tambahan analisis psikologi). Hanya dengan melihat istilah-istilah tertentu yang digunakannya. Ini sungguh sebuah pemikiran yang menarik.

Tapi ini bukanlah hal yang baru dalam linguistik. Chomsky sudah melakukan analisis budaya berdasarkan bahasa yang digunakan suatu masyarakat. Whorf juga sudah. Dan hipotesis dari Whorf membuka lebar mata saya terhadap keadaan itu.

Kembali ke bahasa Inggris. Saya tidak tahu apakah: 1) penggunaan istilah sister-brother itu muncul duluan baru mempengaruhi cara pandang penutur bahasa Inggris atau sebaliknya, 2) cara pandang berbasis genderlah yang mempengaruhi munculnya istilah sister-brother. Hal ini sungguh menarik untuk ditelaah lebih jauh, apalagi bagi yang memang berminat pada linguistik (seperti saya, misalnya). Mungkin ketika saya mencari yang mana yang benar antara 1) dan 2), saya akan menemukannya dalam sejarah panjang dari kebudayaan penutur bahasa Inggris. Mulai dari masa ketika daratan Eropa masih didominasi oleh bahasa Latin, lalu masa penggunaan bahasa Inggris kuno di sekitar abad 15-16 masehi, hingga penyerapan banyak istilah dari bahasa asing seperti slalom, mathematics, levitate, oleh bahasa Inggris modern, yang membuatnya menjadi bahasa gado-gado. Tapi tidak apa, saya memang senang dengan sejarah, terutama yang berkaitan dengan isu budaya serta bahasanya.

BTW, ngulik-ngulik bahasa dan kaitannya dengan budaya memang mengasyikan ya? Terbersit dalam pikiran saya untuk mengambil S2 di bidang linguistik-budaya. Tapi di mana ya? Kalo ada yang punya info, kasih tau ya….

Tambahan dari Ernest Renan, penulis buku Sejarah Umum Bahasa-bahasa Semit:

Di antara yang mengherankan, bahasa Arab itu tumbuh dengan kuatnya dan sampai pada tingkatan yang sangat sempurna. Di tengah-tengah padang pasir dan bangsa yang gemar berkelana, bahasa tersebut mengungguli bahasa serumpun lainnya dalam kekayaan kosa kata, ketajaman arti, dan keindahan susunan bentuknya. Sebelumnya, bahasa ini tidak dikenal orang… [Dr. Malik Badri, Tafakur, 1996]

9 comments:

Yuti Ariani said...

Wah, Les, coba ngobrol ama Ikram deh. Dia juga kritis ama bahasa.

ikram said...

Ada yang bisa dibantu? :)

Donny said...

Berarti masih rada ribetan bahasa Arab ya? :D

Unknown said...

Ada yang bisa dibantu, Kram? Bantuin cari info tentang jurusan linguistik-budaya atao link atau tulisan atao segala info tentang mina Ales itu. Lagi rada rakus tentang hal-hal gitu nih.

Buktinya, kemaren pas liat-liat Tesaurus Bahasa Indonesia, rasanya pengen banget punya kamus yang setara dengan Thesaurus atau kamus B.Inggris Encarta yang mencantumkan asal kata (dari budaya mana). Tapi untuk bahasa Indonesia belom ada kali yeee?

Trus, trus, di Tesaurus nemu kata 'anasir'. Whippiiiii, nemu kata baru dan keren dari bahasa Indonesia....

Anonymous said...

Cobain deh hubungin temen saya, salah seorang mahasiswa sastra indonesia Unpad, alamat blog nya http://cherry_calosa.blogs.friendster.com, atau cari di blog saya yang linknya Rosi Rosmala Dewi, mungkin dia punya info. Terakhir ngobrol2, dia cerita tentang linguistik, yang saya nggak ngerti...:D

Anonymous said...

Waduh Les kalo informasi aku nggak tahu. Sama-sama mencari yuk.

Anasir -> Unsur. Sama saja bukan?

Unknown said...

'anasir' itu artinya 'daftar' bukan?

Anonymous said...

That is some inspirational stuff. Never knew that opinions could be this varied. Thanks for all the enthusiasm to offer such helpful information here.

Anonymous said...

mw tanya klo dlm bhasa inggris kenapa kata I (saya)selalu ditulis dgn bhasa inggris????thx