Saturday, October 20, 2007

Catatan di Umur 23 Tahun

Well, disinilah aku, di pojok belakang sebuah warnet deket rumah di Alur Laut, Plumpang, Jakarta Utara. Sempet su'udzon kalo warnet di daerah sini pada gak ada yang beres (baca: sekeren Comlabs ITB atau di Lab. Matematika ITB atau dimanapun di ITB dan sekitarnya). Tapi udahlah. Yang penting sekarang aku bisa buka Friendster, Blogger, dan Yahoo Mail dengan nyaman. Akses internetnya lumayan cepet kok...

Udah lama gak nulis di blog, diary, artikel, atau apapun yang berhubungan dengan kegiatan menulis, membuat otak rada-rada beku. Karena komputer adanya di Bandung, sementara itu di rumah sama sekali gak ada komputer (hidup macam apa itu?!), akhirnya kegiatan kreatif seperti curhat atau sekedar main Soliter, gak bisa dikerjain.

Kalau udah punya komputer dan hidup ada di seputar komputer, rasanya tanpa komputer sehari aja membuat aku jadi manusia purba. Meski aku bisa menulis dengan tangan, memasak dengan kuali, dan menjahit dengan mesin..., tetap saja gak nyambung! Oke, kembali ke topik. Meski dulu aku terbiasa untuk menulis diary dengan tulisan tangan, sekarang kebiasaan itu terasa menyusahkan. Enakan ngetik di Word atau blog.

Udah jadi manusia komputer kali ye?

[Ini kalimat yang standar banget, yang biasa kutulis kalo udah kelamaan gak nulis:]

Banyak yang sudah terjadi selama dua bulan ini. Pertama, Papa meninggal tanggal 17 September kemarin. Sirosis di levernya udah parah. Sudah ketentuan Allah. Aku sedih, tapi sudah bisa kuprediksi. Papa itu orangnya keras kepala. Udah tau kalo dia sakit, tapi maksa pengen terus kerja. Alhamdulillah Papa berpulang dalam keadaan ringan, tidak mengalami kesusahan yang berat. Semoga Papa mendapat tempat yang baik di sisi Allah...

Kedua, usiaku menginjak 23 tahun tanggal 30 September kemarin. Aku melewatinya dalam keadaan yang biasa saja. Memangnya mau bagaimana lagi? Tapi seneng juga sih, tahun ini banyak yang ngasih kado. Thanks for all of you, my friends! I love you all...

Ketiga, udah dua minggu ini aku flu. Badan ini terasa lemes. Flu ini muncul sejak aku minum Propolis (air liur lebah) Brasil. Aku tau kalo flu yang kualami merupakan reaksi DOC (Direct of Cure) yang biasa muncul kalo kita minum obat herbal. Tapi lemes-lemes gini, jadi curiga. Tapi sudahlah..., insya Allah sembuh dalam waktu yang singkat.

Dan ini yang paling penting, yang keempat:
Sejak di rumah, aku jadi banyak nonton TV. Dan seperti yang kita tau, kebanyakan acara TV adalah acara yang kurang bermutu (kecuali film box office, acara semacam si Bolang, Jejak Petualang, acara2 di Metro TV, Kick Andy). Yang disajikan adalah hiburan dalam bentuk indah, artis berwajah indah, jalan cerita sinetron yang indah, latar sinetron yang indah, dan yang indah2 lainnya. Acara gosip pun menyoroti kehidupan selebriti yang 'indah-indah'.

Bukannya aku kepengen memasuki dunia itu. Tapi menyaksikan kehidupan para selebriti itu, aku jadi berpikir. Umurku sudah 23 tahun. Sementara itu banyak sekali selebriti yang umurnya lebih muda dariku, tapi sudah sukses begitu. Aku sendiri bagaimana? Kuliah belum juga beres. Aku belum menentukan target pencapaian hidupku yang pasti (misalnya aku mau jadi orang yang ahli di bidang apa, trus pengen keliling Indonesia dan dunia, punya rumah sendiri, dan seterusnya). Penghasilan masih di bawah dua juta rupiah sebulan. Mimpi-mimpiku besar. Tapi, keadaanku sekarang belum sejalan dengan impian.

Melihat diriku dan membandingkannya dengan kehidupan para selebriti membuatku merasa tertinggal. Mereka sudah sampai mana, aku masih di mana... Bingung jadinya. Ketinggalan begini.

Tapi aku yakin bukan cuma aku yang merasa begini. Kurasa ini adalah fase ketika seseorang yang dewasa muda mulai membiasakan diri dengan kemandirian-dan-mulai-lepas-dari-tanggungan-orangtua. Serasa ada di tengah-tengah. Diri udah bisa mencari penghasilan sendiri, tapi masih tinggal dengan orangtua. Diri udah bisa nentuin kemauan sendiri, tapi orang tua masih dominan dalam menentukan keputusan (bukan berarti nantinya ortu gak akan jadi ortu kita lagi setelah kita berkeluarga lho).

Rasanya gamang.

Dulu, kukira orang yang berumur 23 tahun itu orang yang sudah mapan dari segi pemikiran. Paling tidak kukira aku akan begitu. Tapi sekarang aku malah merasa gamang. Hal-hal yang kukira kumengerti dengan baik (saat aku berumur belasan tahun), ternyata sekarang sulit kumengerti. Semakin aku mengerti, aku malah semakin tidak mengerti banyak hal (ini kalimat yang filosofis, bukan harfiah).

Dengan kemandirian yang harus kujalani ini, aku merasa seperti berada di tepian samudra luas tanpa ada petunjuk. Aku sendiri yang harus menentukan aku mau kemana, mau bagaimana, mau bersama siapa. Aku jadi rindu saat-saat ketika orangtua masih menentukan hampir semua langkah kita, yaitu saat kita masih berusia belasan. Sekarang orangtua hanya memberi saran saja. Dalam kasusku, 'orangtua' yang kumaksud adalah paman-bibiku.

Aku belajar dua hal dari pengalamanku. Pertama, menurutku, usia berapapun kita, kita tidak akan pernah 'dewasa'. Yang ada adalah 'lebih dewasa' karena kita membandingkannya dengan kondisi usia kita yang lebih muda saat kita melihat orang yang lebih tua. Usia yang kita pandang 'usia dewasa' ternyata memiliki tantangannya sendiri. Kita akan terus belajar dan belajar dan belajar. Kita harus terus belajar juga. Kedua, menjadi tua itu pasti, tapi dewasa belum tentu (iklan A Mild bangeth!).

Oke, aku merasa puas sekarang. Aku sudah mengeluarkan uneg2 yang kusimpan selama beberapa bulan berkaitan dengan bertambahnya umurku. Bener lho, aku udah mikirn ini selama beberapa bulan. Baru kesampean sekarang untuk nulisnya. Aku lega. Alhamdulillah...

Well, see ya again in my next posting: Indramayu. Dadah...

3 comments:

ikram said...

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Turut berduka cita ya Les. Semoga papanya Ales mendapat tempat yang baik di sisi Allah.

Soal kegamangan, hehe, sama euy. Saya juga pernah merasakan hal yang sama.

Anonymous said...

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.
Kayaknya tahun ini banyak juga hal yang kamu lalui, ya? Tapi aku percaya pada akhirnya kau tetap bakal baik-baik saja. Kudoakan yang terbaik.

Donny said...

Saya juga udah dijajah oleh komputer nih, gk bisa nulis kalo gk ada komputer :D

Saya aja udah 25 tahun masih gamang, les...masih belum tahu dengan pasti di 'jalan' mana saya harus berada atau 'dengan siapa' saya berjalan (halah, ieu mah curhat :)) )

Kadang suka ngerasa minder kalo ngukur keberhasilan orang lain dengan pencapaian2 kita ya? tapi justru itu tantangannya sih :) Semoga Sukses aja ;)

Turut berduka atas meninggalnya Papa Ales...Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu