Saya pertama kali mengenal grup musik The Corrs lewat lagu mereka yang berjudul Only When I Sleep. Saya benar-benar terpesona oleh aransemen lagu dan liriknya. Begitu unik. Setelah saya mengetahui latar belakang kebudayaan Corrs bersaudara, saya tidak heran dengan nuansa dan ciri ceria khas musik Irlandia yang dalam lagu-lagu mereka. Salah satu faktor penentu kesuksesan mereka adalah kebanggaan akan warna budayanya. Termasuk kekayaan irama musik Irlandia yang mereka masukkan dalam musik mereka.
Sejak itulah saya menjadi penggemar lagu-lagu mereka.
Album terbaru mereka bertajuk ‘Home’. Hasil pencarian saya hanya memberikan enam lagu dari album itu—atau memang hanya ada enam lagu mungkin. Setelah menyimak keenam lagu itu, mau tidak mau saya kembali terpesona.
Album ini benar-benar tepat menggambarkan ‘home’ bagi The Corrs. Bila di album-album sebelumnya Yhe Corrs banyak membuat lagu bernuansa pop yang temponya cepat, maka di album terbaru ini didominasi oleh lagu bertempo lambat sampai sedang. Simak saja lagu Spancill Hill dan Buachail on Eirne. Khusus dua lagu ini, nuansa kental Irlandianya begitu terasa, terutama lagu terakhir yang liriknya berbahasa daerah Irlandia, bukan bahasa Inggris. Di lagu lain, ciri khas Irlandia terdengar dari tarikan tiupan seruling, gesekan biola, petikan gitar, atau lirik-lirik yang menceritakan memori di tanah kelahiran. Benar-benar Irlandia!
Kedua lagu tadi mengingatkan saya pada lagu The Corrs dalam album ‘Unplugged’ yang berjudul Toss The Feathers, Rebel Heart, dan Lough Erin Shore. Ketiganya adalah lagu instrumental yang masih saya gemari hingga saat ini. Paduan apik antara gitar, drum, biola, flute, dan piano, meski absen dari button accordion atau bagpipe, sudah cukup untuk membawa nuansa etnik Irlandia.
Di tengah-tengah kegiatan mendengarkan Spancill Hill, saya merenung karena terbawa suasana lagu itu. pikiran saya melayang sampai titik di mana saya mempertanyakan bagaimana dengan lagu-lagu daerah Indonesia sendiri yang sebenarnya punya ciri khas etnik yang unik yang tak kalah bagusnya..... TUNGGU DULU! Lagu daerah?!
Benar! Lagu daerah Indonesia tidak kalah bagusnya. Kalau berbicara keunikan, musik Indonesia pun tak kalah unik. Saya jadi bersemangat memikirkannya. Memikirkan kemungkinan pemaduan musik khas Indonesia dengan musik modern.
Saya pernah menyaksikan tayangan rekaman video dari pagelaran musik untuk unit gamelan SMU Loyola Semarang. Ceritanya salah seorang alumni berinisiatif untuk menyumbangkan sesuatu bagi almamaternya. Maka jadilah acara yang memadukan musik orkestra dan gamelan Jawa—saya lupa jenis gamelannya—yang langka. Gamelan ini dikatakan langka karena rentang nadanya cukup besar sehingga bisa dipadukan dengan hampir setiap jenis musik manapun. Termasuk orkestra.
Acara ini turut diisi oleh Adie MS dan istrinya, Memes (iya, Adie MS, konduktor orkestra itu), penyanyi tenor (pria) terbaik Indonesia—saya lupa namanya, dan tentu saja anak-anak SMU Loyola yang tergabung pada unit gamelan tahun itu. Acara ini juga diisi oleh pemain gitar ternama dan pemenang kejuaraan gitar nasional sebanyak empat kali (atau tiga kali ya?). Katanya, ketika dia hendak ikut kejuaraan untuk yang kelima kalinya, dia dilarang untuk ikut oleh panitianya karena dia dipastikan akan menang lagi. Pokoknya orang itu benar-benar hebat. Saya sendiri kagum melihat penampilannya.
Yang paling mengharukan dari pagelaran itu—dan merupakan puncak acaranya—adalah ketika Memes berduet dengan penyanyi tenor tadi untuk menyanyikan lagi ‘Bersamamu’. Saya tidak ingat lagu ini memang diciptakan khusus untuk acara ini atau bukan. Tapi satu hal, lagu ini indah sekali, baik musik maupun liriknya. Paduan orkestra, gamelan, suara penyanyi tenor, dan suara Memes membuat akhir acara itu sukses besar. Benar-benar sukses besar.
Saya tidak ingat persis detail rekaman acara itu sekarang. Tapi kesan yang tertinggal benar-benar terpatri dalam benak saya. Bayangkan, gamelan dipadu dengan orkestra! Saya tidak menyangka bisa sedemikian indahnya. Oh ya, kalau berminat membuktikan sendiri cerita saya, termasuk menyaksikan pemain gitar hebat tadi, saya diberitahu kalau VCD pagelaran itu dijual dan uang hasil penjualannya (semuanya, semua uang penjualan) diberikan untuk unit gamelan SMU Loyola Semarang. Kontak saja Pak Ananda Buddhisuharto. Beliau pengajar di SBM ITB. Beliau adalah alumni SMU Loyola dan dialah yang mencetuskan ide untuk mengadakan pagelaran itu.
Kembali ke masalah lagu daerah Indonesia. Saya merasa kalau potensi ciri khas etnik dari musik Indonesia belum pernah digarap secara intens dan dipopulerkan layaknya The Corrs mempopulerkan ciri khas Irlandianya. Saya bukannya tidak tahu kalau sebelumnya ada musisi-musisi Indonesia sudah melakukan hal serupa. Tapi setahu saya hanya untuk konsumsi terbatas. Yang saya maksudkan di sini adalah membuatnya terkenal ‘Made in Indonesia’ sekaligus dianggap keren, digemari, diburu, masuk dalam daftar hits dunia, dan mendapat banyak penghargaan bergengsi. Siapa ya yang bisa melakukannya? Membuat lagu-lagu pop berciri khas etnik seperti The Corrs dan mendunia?
Well, itulah hasil pemikiran seorang penikmat musik dan seorang warga dari sebuah bangsa yang ingin bangsanya punya kebanggaan atas ciri khas dan keunikannya. Saya sendiri tidak bisa berbuat banyak untuk menwujudkan ide tadi karena saya tidak berkiprah di bidang musik. Saya hanya bisa menyumbangkan ide dan membaginya. Dan saya harap, salah satu dari pembaca tulisan ini berkenan untuk menyimpan ide ini dalam benaknya, kemudian meneruskannya ke orang lain yang tepat. Orang yang mudah-mudahan mampu mewujudkan mimpi sederhana ini. Semoga terwujud. Amin.