Suatu hari, seorang pemuda datang ke tukang cukur untuk memotongkan rambutnya. Dengan tenang pemuda itu duduk dan rambutnya dicukur. Tiba-tiba, si Tukang Cukur berkata, "Dek, saya berpendapat kalau Tuhan itu tidak ada."
Si Pemuda terkejut karena si Tukang Cukur tiba-tiba membuka pembicaraan. Si Pemuda membiarkan saja si Tukang Cukur berbicara. "Coba, Dek. Kalau memang Tuhan itu ada, kenapa masih ada kejahatan, kemiskinan, perang, dan segala keburukan lainnya di dunia ini? Tuhan itu tidak ada, Dek!"
Si Pemuda masih saja tidak menjawab apapun. Dia bingung sebenarnya. Mau menjawab, nanti jadi panjang urusannya. Lagipula kalau mengikuti logika tukang cukur itu, pernyataannya memang ada benarnya. Tapi dia tidak berpendapat kalau Tuhan tidak ada. Dia akhirnya membiarkan saja pernyataan itu.
Setelah selesai, si Pemuda membayar dan berjalan ke pintu. Tiba-tiba dia berhenti di pintu. Dia berbalik dan berkata pada Tukang Cukur.
"Pak, menurut saya tukang cukur itu tidak ada di dunia ini?"
Si Tukang Cukur kaget, "Bagaimana mungkin? Saya kan ada?"
"Tidak, tukang cukur itu tidak ada di dunia ini. Coba, kalau tukang cukur ada, kenapa masih aja banyak orang yang rambutnya gondrong, tidak rapi, awut-awutan, pokoknya yang berantakan? Tukang cukur itu tidak ada, Pak"
"Lho, Adek ini bagaimana sih? Saya itu ada, ada! Merekanya saja yang tidakmau datang ke saya."
Si Pemuda itu tersenyum, "Begitu juga Tuhan, Pak. Kitanya saja yang tidak mau datang kepadaNya, bukan Dianya yang tidak ada..."
Pemuda itu pun berlalu.
[Berdasarkan cerita dari Deng-deng di kuliah Analisis Riil (AnRiil or UnReal?) yang suasananya bikin gak konsentrasi, Rabu, jam tiga hingga lima sore]
Friday, February 17, 2006
Tuesday, February 07, 2006
Ih..., Syerem!
Suatu hari, teman saya bercerita. Awalnya kami mengobrol tentang calon yang dia targetkan untuk dilamar. Kemudian kami membicarakan tentang harapan dari masing-masing pria dan wanita terhadap calon pendamping hidupnya. Dari situ pembicaraan mengalir ke masalah kerapian dan ketidakrapian orang-orang di sekeliling kami.
Ceritanya dia datang mengunjungi adik perempuannya di tempat kosnya. Sebagai seorang pria yang apik dan mengerti kerapian serta kebersihan, dia dibuat bertanya-tanya tentang adiknya ini.
Dia mendapati kalau kamar adiknya berantakan. Dia tahu bahwa dari kedua adik perempuannya, yang satu ini lebih rapi dari yang lainnya. Tetapi saat itu dia melihat kamar adimnya tidak mencirikan kerapian tersebut. Padahal, sehari-harinya, adiknya itu berpenampilan rapi, dengan kerudung rapat, penampilan segar, pokoknya rapi dan kinclong! Tapi teman saya bertanya kenapa kasurnya saja tidak sempat dirapikan.
Ceritanya belum selesai. Dia mengatakan kalau lemari adiknya terbuka. Dia mengeluhkan hal ini juga pada saya. Mestinya isi lemari itu tidak sampai terlihat oleh orang lain. Apalagi, saat itu dia melihat gantungan-gantungan baju yang bernuansa 'horor' atau menyeramkan dia sebagai kakak laki-laki. Ngerti kan maksud 'horor'-nya apa?
Yah, menurut dia mestinya tidak begitu.Memang sebegitu sibuknyakah adiknya itu?
Karena mendengar cerita teman saya tadi, saya jadi berpikir, para mahasiswa maupun mahasiswi yang terlihat rapi pun sebenarnya menyimpan 'ketidakrapian' tersendiri. Entah dalam hal apa. Yah, misalnya saja seperti adik perempuan teman saya. Padahal penampilan sehari-harinya rapi sekali.
Kalau begitu, mestinya adiknya itu lebih berhati-hati lagi dalam merapikan kamarnya. Soalnya, kamar kita itu biasanya mencerminkan siapa diri kita sebenarnya, terlepas seberapa rapi penampilan kita. Yang lebih penting, jangan deh sampe kejadian orang lain melihat hal-hal yang sangat pribadi, meskipun saudara sendiri. Syerem kan?
Ceritanya dia datang mengunjungi adik perempuannya di tempat kosnya. Sebagai seorang pria yang apik dan mengerti kerapian serta kebersihan, dia dibuat bertanya-tanya tentang adiknya ini.
Dia mendapati kalau kamar adiknya berantakan. Dia tahu bahwa dari kedua adik perempuannya, yang satu ini lebih rapi dari yang lainnya. Tetapi saat itu dia melihat kamar adimnya tidak mencirikan kerapian tersebut. Padahal, sehari-harinya, adiknya itu berpenampilan rapi, dengan kerudung rapat, penampilan segar, pokoknya rapi dan kinclong! Tapi teman saya bertanya kenapa kasurnya saja tidak sempat dirapikan.
Ceritanya belum selesai. Dia mengatakan kalau lemari adiknya terbuka. Dia mengeluhkan hal ini juga pada saya. Mestinya isi lemari itu tidak sampai terlihat oleh orang lain. Apalagi, saat itu dia melihat gantungan-gantungan baju yang bernuansa 'horor' atau menyeramkan dia sebagai kakak laki-laki. Ngerti kan maksud 'horor'-nya apa?
Yah, menurut dia mestinya tidak begitu.Memang sebegitu sibuknyakah adiknya itu?
Karena mendengar cerita teman saya tadi, saya jadi berpikir, para mahasiswa maupun mahasiswi yang terlihat rapi pun sebenarnya menyimpan 'ketidakrapian' tersendiri. Entah dalam hal apa. Yah, misalnya saja seperti adik perempuan teman saya. Padahal penampilan sehari-harinya rapi sekali.
Kalau begitu, mestinya adiknya itu lebih berhati-hati lagi dalam merapikan kamarnya. Soalnya, kamar kita itu biasanya mencerminkan siapa diri kita sebenarnya, terlepas seberapa rapi penampilan kita. Yang lebih penting, jangan deh sampe kejadian orang lain melihat hal-hal yang sangat pribadi, meskipun saudara sendiri. Syerem kan?
Subscribe to:
Posts (Atom)