Monday, February 14, 2005

Merenungi Tua

Bismillah....

(12 Febuari 2005)
Saat itu aku baru saja memasukkan suapan pertama dari lontong padang yang ada di hadapanku, ketika seorang nenek mendekati penjual lontong padang. Saat itu juga aku berhenti memikirkan makananku, karena yang kulihat benar-benar pantas untuk kuperhatikan. Ya, nenek itu yang kuperhatikan.

Tingginya sekitar 155 cm. Beliau memakai baju terusan panjang dan penutup kepala dari bahan wol, seperti ciput untuk yang digunakan perempuan berkerudung. Beliau memesan lontong padang seharga seribu rupiah saja (harga seporsinya seribu lima ratus rupiah). Namun dari semua itu, kondisi fisiknyalah yang benar-benar membuatku berhenti untuk mengamatinya. Dengan jelas terlihat tanda-tanda kelemahan usia tua: Rambut memutih, badan gemetar, bibirnya berkedut-kedut sesekali, dan secara keseluruhan badan itu terlihat ringkih walau sedikit gemuk. Betapa nikmat sehatnya sudah entah sepersekian lagi yang tersisa di jasad itu...

Lantas aku membandingkannya dengan keadaanku. Walau mata kanan sudah minus setengah, mata kiri minus seperempat ditambah silindris seperempat, hatiku sudah terkena virus Hepatitis B, gampang kena masuk angin, perut menjadi lebih rapuh (nggak kuat minum susu yang kental), dan semua penyakit itu insya Allah masih bisa sembuh, aku masih memiliki lebih banyak nikmat sehat! Aku masih bisa menikmati tidur yang enak, makan yang enak, bernafas yang enak (itu indikasi kesehatan yang bagus). Jalanku masih gagah dan cepat, gerakanku masih lincah, semangatku masih tinggi, pikiranku masih tajam, dan berbagai nikmat lainnya yang sungguh tak dapat kuhitung bila saja aku MAU untuk memikirkannya lebih sering dan bersyukur karenanya.

Hari Rabu tanggal 9 Febuari yang lalu, waktu kembali melewati tanggal 1 Muharram. Berkurang lagi jatah umur yang kumiliki di dunia ini. Namun aku tidak tahu apakah diriku ini sudah berbuat yang terbaik bagi diriku. Tenggelam dalam alam imajinasi yang tidak ada habisnya, mengangankan sesuatu namun hanya bisa berangan, berbuat sesuatu setengah-setengah, menjadi pegawai bagi jasad sendiri. Itulah diriku sekarang ini.

Padahal orang-orang yang dijamin sukses dunia dan akhirat adalah mereka yang BISA menjadi manajer bagi diri mereka sendiri. Ya, mereka yang bila diberi kendaraan mahir dan paham betul akan kendaraan itu. Bukannya malah bengong ketika kendaraan itu jalan seenaknya atau malah mengiyakan apapun jalur yang ditempuhnya. Gak logis kan kalau ada kendaraan yang bisa jalan sendiri seenaknya tanpa disetir pemiliknya?

Tapi, sayang sekali, terlalu banyak orang yang justru jadi pegawai bagi diri sendiri. Menyia-nyiakan masa muda dan masa sehatnya. Contohnya? Silahkan direnungi oleh diri sendiri. Kalau aku? Aku akan terluka dalam bila aku bisa ingat semua saat ketika diriku ini disetir oleh badan sendiri: Malu, takut terkena azab yang pedih di akhirat, bersyukur karena Allah masih menutupi aibku, khawatir bila aku lepas kontrol atas diriku lagi.

Sekarang masih ada waktu bagiku. Dengan segala kekuatan dan kelemahan ini, aku berusaha untuk menggantikan (semoga diterima oleh Allah) semua keburukanku. Dan semoga Allah mengganti semua keburukanku dengan kebaikan. Karena Allah sendiri berfirman dalam surat Hud ayat 114: "...Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)" . Amin...
***



No comments: