Saturday, January 26, 2008

Mellow

Dulu saya pernah mengamati dan memikirkan fenomena orang-orang yang melarikan diri ke alkohol, narkoba, makanan, belanja, atau apapun bentuk pelariannya, ketika mereka menghadapi masalah berat dalam hidup. Saya heran, kenapa mereka malah melarikan diri ya? Kok tidak dihadapi saja masalahnya?

Saya dulu berpikir, bahwa masalahnya bisa semudah itu.

Hari ini, malam ini, saya sedang tidak dalam keadaan terbaik untuk bisa menilai diri sendiri, apalagi orang lain. Saya sedang dalam masa pemulihan setelah sakit. Masih lemah dan tidak seharusnya berjalan jauh. Selain itu, tugas, janji, tenggat, dan berbagai hal lainnya sedang menanti untuk saya urus satu-satu. Karena sedang tidak 100%, segala sesuatunya menjadi kurang, serba salah.

Ba'da magrib tadi, saya hampir menabrak orang ketika sedang mengendarai motor. Orangnya marah. Saya sih sedang menyetir dengan pelan, tapi mata saya sempat melirik ke helm yang satunya lagi ketika itu. Jadilah saya tidak melihat orang itu lewat.

Ketika hari ini saya bertindak sesuatu, tanggapan beberapa orang tidak seberapa positif. Saya jadi merasa bersalah. Seharusnya saya gak ngomong gitu ya? Trus saya sedang kesal dengan seseorang karena perilakunya, tapi saya belum nenyampaikannya ke dia perihal kekesalan saya. Menumpuklah kedongkolan di hati saya, sampai saya ingin berteriak sekuat-kuatnya, "HA#*%; NYEBELIIIIIIIIIIIIIIIN!!!!"

Tapi itu cuma ada dalam hati. Dan semua hal tadi mencapai titik sebelum titik puncaknya. Ketika itu sedang menuju puncaknya, saya sedang mengendarai motor di Jl. Suci, menuju Sadang Serang.

...sampai saya ingin berteriak sekuat-kuatnya, "HA#*%; NYEBELIIIIIIIIIIIIIIIN!!!!"


Bahkan angin malan yang menyejukkan pun tak mampu menyejukkan hati. Di tengah semua itu, saya terpikir tentang orang-orang yang saya tahu melarikan diri dari masalah dengan 'menghibur diri dengan .... kemudian malah tenggelam dalam kecanduan terhadap ... itu, bukannya menyelesaikan masalah mereka'.

Seketika itu juga saya mengerti apa yang mereka rasakan.

Kalau saya sih tidak sampai berkeinginan untuk mencoba alkohol atau narkoba hanya untuk mengobati rasa sakit di hati. Hanya sempat terlintas dalam kepala, kalau nampaknya, belanja sesuatu akan menyenangkan dan mungkin akan mengobati hati yang sedang dirudung masalah ini.

Tapi kemudian saya berpikir. Kalau begitu, apa bedanya saya dengan orang yang melarikan diri tadi? Hanya beda bentuk pelarian saja kan? Tapi tetap saja kau mau melarikan diri kan, Les?

Ya... Kadangkala masalah yang kita hadapi begitu menekan, begitu melukai, begitu tajam, membuat hati perih dan berdarah, begitu menyakiti. Bila sudah begitu, lebih enak rasanya bila diri ini melupakan atau pergi sejenak dari masalah dan melakukan hal lain. Tidak perlu dulu memikirkan rasa sakit hati yang menerpa, tidak perlu khawatir tentang tenggat, tidak perlu peduli dengan perkataan dan gangguan orang lain untuk sementara...

Ya, memang lebih enak rasanya...

Ingin rasanya melarikan diri dari hiruk-pikuk kehidupan, kemudian menyepi ke sebuah laguna dengan air yang biru jernih, pasir putih yang hangat, air yang tenang, tempat yang hening, sejuk, dan menyegarkan, bebas dari tekanan, hanya sendiri, melepaskan semua beban....

Biar gak terus-terusan mellow...

Thursday, January 03, 2008

Grrmbelrmbskrrkszt!

"Yang IM3 50 berapa?"
"Lima puluh satu ribu lima ratus."
"Oke..."

Ditungguin selama tiga puluh menit belum sampe.

Balik lagi ke tukang pulsa.

"Lagi gangguan emang teh."
"Oooh, berapa lama?"
"Wah, gak tau ya... Soalnya yang tadi siang aja baru masuk sekarang."

Alamat gak sampe nih.

"Ya udah deh..."

Saya masuk ke warnet di belakang kios pulsa itu.
Berharap pulsanya masuk ketika saya lagi nge-net.
Sampe jam sepuluh malem belum masuk juga.
Alhasil, saya pulang, berharap besok pagi pulsanya
masuk dengan mulus.


Keesokan harinya...

Sampe jam sebelas siang pulsa semalam belum masuk.
Saya saya adik sengaja ngedatengin tukang pulsa itu.
Bawaan hati sih udah pengen ngegebukin tukang pulsa
(ini cuma kiasan aja, saudara-saudara, gak beneran kok).
Kata tukang pulsa di Salman, semalam jaringan Indosat
emang lagi gangguan, tapi siang ini udah enggak lagi.
Buktinya pulsa yang saya beli di Salman bisa sampe
dalam waktu tiga puluh menit (emang lama juga sih).

Si tukang pulsa memasukan pesanan lagi. Saya nungguin
selama kurang lebih setengah jam. Katanya, "Tunggu sekitar
satu-dua jam, Teh."

Gmbernexrmbelkrksxzt!!!

Dengan gondok dan tidak sabar, saya pulang ke kosan tanpa ada hasil. Saya sempat menanyakan ke dia, gimana kalo saya gak jadi aja beli pulsanya.

Kata si tukang pulsa, "Wah, gak bisa Teh, udah dimasukin pesenannya."

"Oh..., ya udah," hati saya tambah gondok. Udah gitu, yang membuat saya tambah sebal, dia tidak mengusahakan pulsa bisa secepatnya saya terima. Padahal, sewaktu saya melirik buku pesanan pulsa punya dia, semua pulsa orang lain sudah diberi tanda centang, kecuali satu: nomor saya.

Bisa kebayang kan apa artinya?

Sampe sore, pulsa belum juga masuk. Padahal udah ditinggal tidur
siang segala. Jam lima kurang, saya udah masang tampang seramah
mungkin, dan datang ke sana dengan hati lapang. Keputusan saya:
bulat mau masuk atau tidak pulsanya, uang saya tetap saya ambil.

"Kenapa ya Kang, kok gak masuk-masuk ke nomor saya pulsanya?"

"Gangguan (jaringan) Teh. Saya juga gak bisa mastiin."

Dari pengalaman itu, saya menarik kesimpulan:
1) saya memang tidak dirhidoi untuk memperoleh pulsa dari tukang
pulsa itu, apapun alasannya,

2) ini jadi pelajaran buat saya, bahwa itulah contoh bedanya orang
sukses dengan orang biasa saja; orang sukses akan mengusahakan
yang terbaik dari situasi yang dihadapi, sementara orang biasa saja
(kalau tidak bisa dibilang 'gagal') pasrah pada keadaan dan
menjadikan
situasi buruk sebagai alasan.

Intinya: Grrmbelrmbskrrszt!