Thursday, August 18, 2005

Cintailah Cinta

Tuhan anugerahi sebuah cinta
Kepada manusia untuk dapat
Saling menyayangi

Bila kebencian meracunimu
Tak kan ada jalan keluar
Damai hanya jadi impian

Kita tak kan bisa berlari dari
Kenyataan bahwa kita manusia
Tempatnya salah dan lupa

Reff:
Jika masih ada cinta dihatimu
Maka maafkanlah segala kesalahan
Cintailah cinta

Bila kamu bisa tuk memaafkan
Atas kesalahan manusia yang
Mungkin tak bisa dimaafkan

Tentu Tuhan pun akan memaafkan
Atas dosa yang pernah tercipta
Yang mungkin tak bisa diampuni

(Reff)




Lagu "Cintailah CInta" dari Dewa itu menjadi lagu tema saya belakangan ini. Lirik lagu itu mengingatkan saya agar memaafkan. Belakangan ini saya sedang kesal pada seseorang. Entah kenapa, kekesalan saya berlangsung lebih dari dua hari, sebuah rentang waktu yang tidak biasanya terjadi bila saya kesal pada orang. Paling lama juga dua hari, setelah itu selesai. Saya tidak marah lagi.

Tapi kali ini berbeda. Barangkali orangnya sendiri tidak merasa kalau saya mendiamkan dia dan tidak seberapa memperdulikannya. Begitulah sikap saya bila sedang marah pada seseorang. Saya bahkan tidak akan melihat ke arahnya sama sekali dan sebisa mungkin tidak berbicara dengannya. Hal itu saya lakukan agar saya tidak menumpahkan kekesalan saya secara berlebihan. Tentu saja agar kata-kata saya tidak menyakitkan hatinya. Jadi lebih baik saya jauhi dulu orang itu sampai saya bisa berdamai dengan kemarahan saya itu.

Saya sangat jarang marah pada orang lain. Kalau sebal sih sering. Tapi itu pun paling hanya beberapa menit atau jam. Tidak lazim bagi saya untuk kesal atau marah lebih dari dua hari. Bila sedang kesal, saya mengingatkan diri bahwa mungkin saja orang itu tidak bermaksud untuk menyakiti hati saya. Atau barangkali saya saja yang salah paham terhadap dirinya. Maka hati saya pun lega serta kemarahan akan hilang.

Tapi kali ini saya tidak bisa. Ketika saya mencari seribu satu alasan agar saya bisa memaafkan dia, yang ada hanya kekesalan yang makin menumpuk. Saya sendiri belum menemukan semua alasan yang menyebabkan saya sedemikian kesalnya pada dia. Belum semua. (Inikah pertanda bahwa saya belum mengenal diri saya secara utuh?)

Tolonglah aku teman. Bukannya aku ingin menyimpan bara dalam hati terus-menerus. Tapi bara ini tidak kunjung hilang juga...

Monday, August 15, 2005

For Me-For My Heart-For My Soul

Saya kembali lagi ke dunia maya setelah sekian lama ditelan oleh dunia nyata. Kesibukan di dunia nyata bisa sedemikian mengerikan ya?

Saya juga mengganti beberapa hal di blog ini. Termasuk mengganti slogan The way this world goes for me menjadi For me, for my heart, for my soul.

Seperti judul di atas, saya lagi mau membahas kalimat barusan.

Kalimta itu terfetus begitu saja sekitar dua tahun yang lalu, saat saya masih TPB. Entah kenapa, begitu saya mengulang lagi kalimat di atas, ada kehangatan yang mengaliri hati saya. Rasa hangat itu seolah mengatakan, "Inilah saatnya kau melakukan semuanya untuk dirimu sendiri!"

Mungkin akan terdengar sedikit egois. Namun pada dasarnya kalimat itu benar secara aqidah. Dalam Al Quran (saya minta maaf, saya belum hapal ayat-ayat yang mengacu pada yang saya maksud berikut ini), Allah menegaskan bahwa pada akhirnya, semua (amal) yang kita lakukan adalah untuk kita sendiri. Dalam surat Al Zalzalah pun telah difirmankan bahwa perbuatan seberat zarrah pun akan kembali pada diri kita masing-masing, entah itu baik atau buruk.

Oleh karena itu, bila kita beramal, yakinkan bahwa bila diri kita ikhlas (tapi jangan diklaim dengan sombong), maka kita akan mendapat seperti yang kita amalkan sebagai balasan dari Allah. Bahkan insya Allah lebih besar!

BTW, kok jadi rada gak nyambung yak? Maklum aja ye sodare-sodare, aye suka ngalor-ngidul gak jelas nih!

Tapi sekarang sih slogan itu tidak saya gunakan lagi. Karena slogan adalah bagian dari ketidakabadian, maka perubahan adalah keniscayaan... (sori nih, Q, niru judul tulisannya).

Kau

[Medio Juli 2005]

Akhirnya kau memutuskan untuk melupakannya. Melupakan dalam arti kau hanya akan menganggapnya teman biasa. Setelah selama ini perasaanmu hanya bertepuk sebelah tangan...

Namun kadang hidup ini tidak bisa ditebak alurnya. Begitu kau memutuskan kalau dia hanya menjadi teman saja, dia justru mulai bertingkah yang tidak biasa. Membuatmu jadi heran dan tidak menentu; bingung dengan sikapnya.

Ketika kau tidak memikirkan tujuanmu, justru tujuan itu akan menghampirimu...

Kau heran, kau kacau, kau bingung. Rasa itu masih ada. Namun tidak bisa kau berbuat apa-apa karena satu keyakinan yang sudah kau pegang teguh. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, kemana akan kau bawa perasaanmu itu?

Kau hanya bisa berdoa. Apabila dia baik untukmu, maka dekatkanlah dia padamu, Tuhan. Bila tidak, maka berikanlah yang terbaik bagi kau dan dia, Tuhan

Hatimu akan menyimpan suka dan lara yang terjadi karena dia. Kau menyadari, bahwa hatinya bukan milikmu, tapi milikNya. Maka kau akan menunggu, menunggu, dan menunggu...Menunggu saat Tuhanmu memberikan ketentuanNya, mana yang terbaik bagi kau dan dia.

[Medio Agustus 2005]
Perih hatimu melihat kedekatan dia dan seseorang itu. Walau kau pedih, kau tetap menyimpan semuanya di balik tawamu dan gerakmu.

Kau menyadari, dirimu dan dirinya begitu berbeda. Namun adakah perbedaan itu bisa disatukan?

Dan kau terluka karena dia begitu jauh...

Wednesday, August 03, 2005

Wisuda & Homesick

(Ini adalah sepenggal catatan dari acara syukuran atas wisudanya tiga orang anggota Aksara: Al Arif, Salim, dan Yanuar, pada tanggal 23 Juli 2005)

Yang datang pertama kali adalah Salim beserta orangtuanya. Kemudian datanglah Yanuar beserta orangtua dan kakaknya. Maka kami memulai acara tanpa Arif. Al Arif datang agak telat dan tanpa orangtuanya. Orangtua Al Arif tidak bisa lebih lama lagi di Bandung. Jadi dengan sangat menyesal, mereka tidak bisa hadir. Tapi tidak apa sebenarnya. Karena lebih baik orangtua Arif tidak datang karena kalau mereka datang, mereka harus menahan malu akibat anaknya yang narsis, hehehe...

Acara dimulai dengan pembacaan basmallah lalu tilawah Al Quran surat Al Fath dari ayat satu hingga sembilan. Berikutnya adalah acara sambutan-sambutan. Pertama sambutan dari Kang Firman. Lalu sambutan dari orangtua Yanuar. Setelah itu sambutan dari orangtua Salim. Kemudian sambutan dari Yanuar sendiri. Dan terakhir sambutan dari Salim.

Seselesainya acara protokoler tadi, para wisudawan diberikan semacam sertifikat dari anak-anak Aksara. Isinya adalah ucapan selamat atas kelulusan mereka dan doa agar mereka senantiasa berada di jalan Allah.

Yang memicu saya untuk membuat catatan ini adalah salah satu pernyataan Salim dalam sambutannya. Dia dia tidak punya kerabat dekat di pulau Jawa. Dia merasa sendiri, betul-betul sendiri, ketika tiba di Bandung semasa masih menjadi mahasiswa baru. Jarak tempat kuliah dengan rumahnya yang sedemikian jauh membuat di merindukan rumah. Dan betapa dia menghabiskan malam-malamnya dengan menangis karena ingat rumah dan keluarganya. Huhuhu...

Mendengar itu, saya teringat pada diri saya sendiri. Yang saya alami tidak jauh berbeda dengan yang Salim alami, meskipun jarak keluarga saya di Jakarta lebih dekat dan biaya sambungan interlokal ke sana tidak terlalu besar di malam hari.

Biaya telepon memang sangat gemuk di dua bulan pertama saya di Bandung. Penyebabnya adalah saya yang sering sekali menelepon rumah dan teman-teman dekat saya. Rasa rindu menggelayuti hati saya tiap malam. Rindu rumah dan rindu sahabat. Dan saya juga benar-benar merasa sendiri ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di kampus ITB: Tak punya seorang pun untuk menjadi tempat bertanya, menjadi satu-satunya anak ITB di tempat kos saya, dan masih buta akan daerah Bandung. Saya benar-benar terasing di tengah negeri antah-berantah.

Namun hari-hari itu sungguh cepat sekali berlalu. Dan memang Allah memberi pertolongan dan jalan keluar bagi hambaNya dari tempat-tempat yang tiada diduga. Di awal saya diberi seorang sahabat yang menjadi sahabat baik hingga kini. Kami berdua menjalani suka-duka di ITB bersama, merasakan keadaan hidup yang tidak jauh berbeda, dan saling menguatkan hati di kala sedang letih jiwa.

Mengalami itu semua, saya bisa memahami apa yang Salim rasakan, walaupun tidak sampai menangis tiap malam. Dan saya yakin, setiap mahasiswa baru yang berasal dari luar Bandung mengalami hal yang serupa dengan keadaan yang berbeda-beda. Berada jauh dari rumah untuk yang dalam waktu yang cukup lama, semudah apapun komunikasi yang bisa dilakukan, tetap membuat kita kehilangan orientasi sejenak. Cukup untuk membuat kita merindukan orang-orang yang kita cintai tiap malam.

Oleh karena itulah, saya menjadi lebih bersemangat dalam menjalani kegiatan di kepanitiaan PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) Salman tahun ini. Saya berharap acara yang kami buat bisa memberikan semacam kenyamanan bagi mahasiswa baru di ITB dan Salman. Dan semoga hal yang kami lakukan bisa menjadi pengobat rindu akan rumah, dengan menyediakan tempat yang bisa menjadi rumah kedua untuk mereka.

Sekitar seminggu sebelum acara wisuda ini, sekre Aksara diliputi oleh suasana sedih dan muram. Walaupun tiga orang wisudawan itu tidak serta-merta pergi setelah wisuda, bayang-bayang perrpisahan sudah menghantui. Bukom sempat penuh dengan tulisan-tulisan yang bernada mellow.

Setiap pertemuan mesti disertai dengan perpisahan...

Setelah acara makan-makan selesai, seluruh anggota Aksara dan para wisudawan beserta keluarga mereka berfoto bersama di tangga di sisi koridor timur Salman. Kemudian keluarga Salim dan Yanuar pamit. Kami menyalami keluarga para wisudawan dan mengucapkan terima kasih atas kedatangan mereka di acara syukuran yang kami adakan.

Sungguh senang bisa berjumpa dengan keluarga Salim dan Yanuar. Kedua wisudawan barusan mengantarkan orangtuanya kembali ke tempat penginapan masing-masing. Orangtua Arif sudah diantar pulang olehnya sebelum dia datang ke acara syukuran. Jadi Arif tidak perlu mengantarkan siapa-siapa lagi. Beberapa orang anggota Aksara membereskan sisa-sisa makanan dan piring.

Sementara itu, senja makin temaram.

Semua Karena Cinta

Dan bila aku berdiri tegak
Sampai hari ini
Bukan karena kuat dan hebatku
Semua..., karena cinta
Semua..., karena cinta
Tak mampu diriku dapat berdiri tegak
Terima kasih cinta...

Lagu “Karena Cinta” yang dibawakan oleh Joy Tobing menjadi lagu tema bagi saya belakangan ini. Sambil mendengarkan lagu itu, saya mengingat semua yang telah berjasa dalam menghantarkan saya ke keadaan saat ini.

Terinspirasi oleh teman-teman saya yang sudah lulus atau sedang menyusun TA, saya terpikir untuk menyusun daftar orang-orang yang akan saya sebutkan dalam bab kata pengantar TA. Sampai saat ini, daftar itu belum sepenuhnya selesai. Daftar itu masih akan bertambah.

(Barangkali sempat, Sahabat bisa mengecek apakah namanya ada di dalam daftar saya itu.)

Mereka itulah yang telah memberi kesan mendalam dan menempati posisi istimewa di hati saya. Tanpa kehadiran mereka, saya tidak akan menjadi saya seperti saat ini. Mereka mengajarkan banyak hal bagi saya. Entah kata-kata mereka, perbuatan mereka, sikap mereka dalam menghadapi masalah, pribadi mereka, dan masih banyak hal lain dari diri mereka. Cinta yang mereka berikan kepada saya, baik mereka sadari atau tidak, telah menguatkan hati saya dan mengajarkan pada saya makna mencintai dan dicintai.

Berikut ini adalah daftarnya:

13 Juli 2005
1)Allah SWT: Cinta-Mu yang tiada habisnya membuat Penulis merasa sangat beruntung dan bersyukur. Sungguh, semua yang telah Kau tentukan untuk hamba-Mu ini adalah yang terbaik dan Penulis sadari itu,

2)Papa, Mama, Agi, Liza, dan Rubi: You don’t know how i love you all, wish we could meet in heaven,

3)Bu Dara, Ayah Supandi, Bang Didit, Bang Popoy, Kak Asri, Kak Nila, dan semua keluarganya: Berkah tak ternilai dari Allah bagi Penulis sekeluarga,

4)Yudi Nugraha dan keluarga, Jimmy Khalil dan keluarga, Mbak Huda dan keluarga, Dadan dan Erni, Adang, Erik, Nana, Merry, Icha, Ayu, serta teman-teman di dojo Aikido Bandung: Kalian telah mengajarkan arti teman baik yang sesungguhnya, bahkan sebelum kita menjadi teman baik seperti sekarang,

5)Euis Asriani: Sahabat pertama saya di ITB dan semoga kita selalu menjadi sahabat hingga akhir nanti,

6)Teman-teman di jurusan Matematika yang tidak bisa saya sebut semuanya,

7)Teh Nunung, Teh Maya, Teh Mimin, Teh Ana, Teh Rini, Teh Niku, Teh Depi, Teh Siam, Teh Tia, Mbak Wiwid, Teh Reni, Teh Eni, Teh Feni, Mas Toto, Kang Ronnie, Teh Wita, Teh Endang, dan banyak lagi yang tidak bisa disebut satu-persatu: Kalian sangat berjasa bagi Penulis dalam menemukan pijakan di bumi Allah ini,

8)Yuti Ariani: Mentor, sahabat, dan orang yang selalu menginspirasi saya. Semoga sukses dalam impian dan cita-citanya,

9)Yanuar Rahman: You’ve always light up my day. Mengingatnya saja membuat Penulis tersenyum, apalagi kehadirannya yang selalu membuat suasana ceria. Terima kasih untuk semua bantuannya, semua humornya, semua ajarannya, semua semangatnya, semua keceriaannya, dan semua nasihatnya. Tanpa kehadiran Yan, hari-hari Penulis tidak akan sama,

10)Salim Rusli: Teman ngobrol yang menyenangkan dan partner kerja yang asyik,

11)Ulfah Mardiah: Adik yang sangat unik ide dan kepribadiannya. Keceriaannya membuat Aksara sangat hidup,

12)Zaki Akhmad: Untuk tawanya yang khas dan rasa ingin tahunya yang tidak pernah habis,

13)Roy, Elma dan Kang Firman, Moko, Dila, Teh Ika, Teh Mita, Anil Dawam, Firman Masri, San-san, Malazi, Sa’ban, Guntur, Oske, Sra, Rifu san, Enira, Edith, dan semua anak-anak Aksara yang tidak bisa disebut satu-persatu.

Semua…, karena cinta
Semua…, karena cinta…